Pac-Man
WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 12 April 2012

KONSELING KESEHATAN MENTAL

  1. SEJARAH KONSELING KESEHATAN MENTAL








Diawali terbitnya Undang-undang Community Mental Health Centers Act 1963, di Amerika Serikat. Undang-undang ini dimaksudkan sebagai promosi kesehatan mental, sekaligus pencerahan bagi konselor kesehatan mental. Undang-undang ini memberikan dana untuk didirikannya lebih dari 2.000 pusat kesehatan mental dan komunitas.


Seiring dengan perjalanan waktu, fokus kesehatan mental mulai berubah dari pencegahan menjadi perawatan (1980) terhadap individu dengan berbagai masalah mental.


Dalam sejarahnya, konseling kesehatan mental didefinisikan dalam berbagai cara, mulai sebagai bentuk konseling khusus yang dilakukan dalam lingkungan berbasis komunitas nonpendidikan atau lingkungan kesehatan mental.


Berbagai pandangan tentang konseling kesehatan mental yang difokuskan pada perkembangan (Ivey, 1989); hubungan (Ginter, 1989); perawatan, advokasi, atau penanganan pribadi dan lingkungan (Hershenton, Power, Seligman, 1989). The council for Accreditation of Counseling and Realited Educational Programs (CACREB, 2001) memberikan gambaran dari bidang khusus ini, dengan persyaratan aktifitas, pengetahuan dasar, dan keahlian.










  1. PENGERTIAN KONSELING KESEHATAN MENTAL





Konseling kesehatan mental adalah profesi yang khusus, karena kurikulumnya mencakup psikodiagnosis, psikopatologi, dan rencana perawatan. Afiliasi kolaboratifnya dengan ACA (American Counseling Association).
Dewasa ini, konseling kesehatan mental adalah profesi tingkat pascasarjana yang khususnya berorientasi ke praktik. Program ini berbagi batasan dengan konseling professional dari sudut pandang konseptual dan filosofi, yang lebih bersifat pendidikan-perkembangan-preventif, daripada pengobatan klinis.
Pengertian konseling kesehatan mental tidak bisa dilepaskan daripada pengertian kesehatan mental itu sendiri. Salah satu definisi kesehatan mental, Surgeon General of United States (ahli bedah umum Amerika Serikat) mendefinisikan kesehatan mental sebagai berikut:
Kinerja fungsi mental yang sukses, yang menghasilkan aktivitas produktif, hubungan dengan orang lain yang memuaskan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan menangani kesulitan; dari sejak masa kanak-kanak sampai kehidupan berikutnya, kesehatan mental adalah modal untuk berpikir dan keahlian komunikasi, pembelajaran, pertumbuhan emosi, fleksibilitas, dan percaya diri.
(U.S. Department of Health and Human Service, 1999).


Dari defisinisi di atas dan berbagai referensi, kami mencoba mendefinisikan pengertian konseling kesehatan itu sebagai berikut:
Konseling kesehatan adalah proses bantuan psikologis yang diberikan oleh konselor kepada konseli baik secara individu maupun kelompok untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan baik secara fisik maupun psikis agar konseli bisa beradaptasi dengan lingkungannya dan bisa menata hidupnya lebih baik.
(Mahasiswa Progdi BK 2008 UNIPA Surabaya).




  1. KONSELOR KESEHATAN MENTAL




Konseling kesehatan mental dibentuk pada tahun 1970-an. Konseling ini dibangun terutama karena inisiatif legislatif, khususnya Community Mental Health Centers Act 1963, yang mendorong didirikannya pusat kesehatan mental secara nasional. Para konselor tingkat master adalah penggagas utama dibalik pendirian American Mental Health Conselors Association (AMHCA).
Melalui AMHCA, mereka berafiliasi dengan American Counseling Association. Kekhususan mereka dalam konseling kesehatan mental mendapat akreditasi tingkat master oleh CACREP.


Sebagai kelompok, konselor kesehatan mental bekerja dalam berbagai lingkungan, termasuk pusat kesehatan mental, lembaga komunitas, rumah sakit psikiatris, organisasi yang menangani kesehatan mental, pusat geriatis, badan pengendali krisis, dan klinik bimbingan anak.


Beberapa konselor kesehatan mental adalah praktisi pribadi. Mereka member konseling pada berbagai kelompok klien, termasuk program bantuan korban pemerkosaan, keluarga yang depresi, orang-orang yang berpotensi atau cenderung untuk bunuh diri, dan mereka yang menderita kelainan yang sudah terdiagnosis. Konselor kesehatan mental bekerja sama dengan tenaga lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja social, perawat dan bagian psikiatri, dan ahli-ahli konseling lainnya serta menjadi bagian dari tim.


Konselor kesehatan mental sangat penting memahami psikopatologi, mempunyai keahlian khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dan minat dari populasi atau masalah tertentu. Tugas utama konselor kesehatan mental adalah menilai dan menganalisis latar belakang dan informasi terkini mengenai klien, mendiagnosis kondisi mental dan emosional, mengeksplorasi solusi yangbisa dilakukan, dan mengembangkan rencana perawatan. Aktivitas preventif dalam kesehatan mental dan fisik juga sangat penting. Mereka menaruh perhatian pada perkembangan professional yang berhubungan dengan bidang konseling terapan seperti konseling perkawinan dan keluarga, penyalahgunaan obat/ketergantungan bahan kimia, dan konseling kelompok kecil.
























































  1. FUNGSI, TEORI DAN APLIKASI KONSELING KESEHATAN




Cara konselor kesehatan mental menggunakan teknik dan teori di dalam praktik mereka sangat bervariasi. Pemilihan teori dilakukan oleh konselor kesehatan mental berdasarkan pada kebutuhan klien. Secara umum, literature-literatur konseling kesehatan mental difokuskan pada dua masalah utama yang memiliki dampak teoritis sebagai berikut: (a) pencegahan dan peningkatan kesehatan mental; (b) perawatan kelainan dan disfungsi. Kedua topic akan terus menarik perhatian karena mempertimbangkan tugas utama konselor kesehatan mental.


  1. Pencegahan Primer dan Peningkatan Kesehatan Mental


Dalam sejarah konseling ksesehatan mental, pencegahan dan peningkatan layanan kesehatan mental menjadi penekanan filosofis yang utama. “Banyak konselor kesehatan mental yang secara aktif terlibat dalam jenis program pencegahan primer melalui sekolah, perguruan tinggi, gereja, komunitas, pusat kesehatan, dan lembaga publik serta pribadi.”
Hall dan Torres (2002) merekomendasikan dua model pencegahan primer yang tepat untuk diterapkan pada remaja dengan skala komunitas. Keduanya adalah model pencegahan konfigural dari Bloom (1996) dan formula insidensi Albee (Albee & Gullotta, 1997).


Model Bloom berfokus pada tiga dimensi, yaitu:
  1. Pertama, konselor harus bekerja untuk meningkatkan kekuatan individu dan mengurangi keterbatasan individu.
  2. Kedua, mereka harus meningkatkan dukungan sosial (contohnya, melalui orangtua dan teman sebaya) dan mengurangi tekanan sosial.
  3. Ketiga, variable lingkungan, seperti kemiskinan, bencana alam, dan program komunitas bagi remaja, harus diatasi.


Model Albee memiliki skala global dan menekankan bahwa konselor harus mengurangi efek negative dari biologi dan stress, sementara pada saat meningkatkan efek positif dari keahlian remaja dalam menghadapi masalah, harga diri, dan system dukungan. Kedua model ini membutuhkan kemauan konselor untuk membangun jaringan dengan lembaga dan individu yang lain. Konselor harus meluangkan waktu dan energi cukup banyak dalam membuat program yang mungkin tidak langsung member hasil.


Bunuh diri merupakan salah satu bidang dimana pencegahan primer ditekankan. Di Amerika Serikat, bunuh diri menduduki “rangking ke-9 sebagai penyebab kematian pada orang dewasa dan ketiga pada orang muda berusia 17 tahun ke bawah” (Carney & Hazler, 1998, p.28). tragisnya, kemungkinan bunuh diri bagi para gay dan lesbian muda adalah dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada muda-mudi yang heteroseksual. Sebagai tambahan, ada beberapa kelompok etnis yang juga lebih berisiko untuk melakukan perbuatan bunuh diri daripada yang lainnya.
Selain jenis kelamin, orientasi seksual, dan variable multibudaya, klinisi perlu menggunakan instrument penilaian untuk mengevaluasi wacana bunuh diri dengan lebih tepat. Salah satu piranti berskala global yang dapat mereka gunakan adalah skala SAD PERSONS (Patterson, Dohn, Bird & Patterson, 1983) untuk orang dewasa atau skala Adapted-SAD PERSONS (A-SPS) untuk anak-anak (Juhnke, 1996) guna menentukan individu yang berpotensi lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri. Huruf-huruf dalam skala ini adalah kependekan dari:
Sex/seks (pria)
Age/Usia (klien yang lebih tua)
Depression/Depresi
Ethanol/Penyalahgunaan etanol (alkohol)
Rational/Kehilangan pemikiran rasional
Social support system lacking/kurangnya system dukungan social (sendiri, terasing)
Organized plan/Rencana yang terorganisir
No spouse/Tidak ada pasangan hidup (suami atau istri)
Sickness/Sakit-penyakit (terutama penyakit kronis atau penyakit fatal)


Skala ini adalah kombinasi dari factor-faktor tersebut dalam sebuah proses interaktif yang member informasi penting untuk digunakan konselor kesehatan mental dalam pencegahan.


Bentuk pencegahan primer yang lain adalah menekankan perkembangan yang sehat—yaitu penanganan secara positif dan pertumbuhan sehingga individu dapat dengan efektif menangani krisis yang mereka hadapi. Karena konseling berawal dari suatu model yang berdasarkan pada perkembangan yang sehat, dapat diharapkan bahwa tujuan konseling untuk meningkatkan perkembangan yang sehat pada klien akan bisa diperoleh.” (Hershenson, 1982).


Dalam sebuah artikel penting mengenai perkembangan pribadi yang sehat, Heath (1980) menggarisbawahi model pematangan yang sehat dan komprehensif. Dia mengatakan bahwa menurut riset, kematangan psikologi di waktu remaja merupakan predictor utama dari kesehatan mental sewaktu dewasa dan adaptasi terhadap dunia kerja. Selain itu, tingkat kematangan dewasa berhubungan dengan keharmonisan seksual dalam pernikahan serta adaptasi terhadap pekerjaan. Heath selanjutnya mengajukan prinsip-prinsip praktik umum yang dapat diterapkan konselor dalam meningkatkan perkembangan klien. Empat diantaranya didata sebagai berikut ini: (Heath, 1980)


  1. Mendorong latihan antisipasi kalau-kalau harus melakukan adaptasi baru,” seperti yang berkaitan dengan pekerjaan dan hubungan pribadi.
  2. Membutuhkan eksternalisasi yang konstan dari apa yang dipelajari dan koreksinya melalui tindakan.”
  3. Membolehkan seseorang untuk mengalami konsekuensi dari keputusan dan tindakan yang diambilnya.”
  4. Menghargai dan memantapkan kekuatan.” Penguatan, menurut prinsip-prinsip perilaku, sangat penting untuk pembelajaran baru. Heath menyetujui gagasan tersebut dan mengatakan bahwa penghargaan dan penerimaan atas kekuatan seseorang dapat memperkuat rasa percaya diri dan membantunya dalam mengambil resiko yang diperlukan untuk pembelajaran baru.


Memusatkan diri pada lingkungan seseorang adalah penekanan pencegahan lainnya dari konselor kesehatan mental, baik dilakukan secara global atau lebih individu. Huber (1983) meringkas hasil riset dari bidang yang menarik dan sedang bertumbuh ini. Dia mencatat bahwa lingkungan memiliki karakter seperti manusia. Beberapa lingkungan dominan dan kaku, sementara sebagian lainnya lebih fleksibel dan suportif. Untuk dapat memanfaatkan pandangan ekologi-sosial dengan efektif, konselor kesehatan mental harus melakukan hal-hal berikut:


  1. Mengenali masalah sebagai sesuatu yang pada pokoknya berhubungan dengan lingkungan tertentu. Beberapa lingkungan mendatangkan atau mendorong perilaku khusus yang mungkin tidak sehat.


  1. Memperoleh persetujuan dari klien dan pihak bermakna lainnya yang berada di lingkungan klien. Bagi kebanyakan orang, jauh lebih mudah untuk melihat suatu kesulitan sebagai sekedar persoalan yang berhubungan dengan individu.

  1. Mengukur kedinamisan variabel di dalam suatu lingkungan. Moos (1973) mengembangkan sejumlah cara untuk mengevaluasi lingkungan. Konselor dapat bekerja bersama dengan klien untuk menentukan bagaimana lingkungan berfungsi menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi kebutuhan klien.

  1. Menyelenggarakan perubahan social dan inisiatif penghakiman social jika dibutuhkan. Konselor dapat membantu klien dengan metode-metode khusus untuk meningkatkan lingkungannya sekarang ini.


  1. Mengevaluasi hasilnya. Tidak ada cara tunggal untuk melakukannya, namun semakin jelas klien mengutarakan kriterianya mengenai lingkungan ideal, semakin baik juga kemungkinan evaluasinya.


Perspektif social-ekologi berkaitan dengan pemikiran ekosistem: “pemikiran yang mengakui hubungan dari individu, keluarga, dan konteks sosiokultural yang tidak bisa dipisahkan” (Sherrard dan Amatea, 1994, p.5). dalam pandangan ini, konseling kesehatan mental diperluas untuk mempertimbangkan konteks budaya dimana orang-orang berhubungan dan berkomunikasi. Arti yang diberikan oleh individu kepada interaksi interpersonal dan lingkungan menjadi suatu pertimbangan dalam konseling (Conyne & Cook, 2004).
Perkawinan adalah suatu situasi yang mengilustrasikan pentingnya factor pribadi maupun lingkungan dalam kesejahteraan individu (Gladding, 2007). Studi yang dipimpin oleh Wiggins, Moodyn dan Lederer (1983) mengenai kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa predictor paling bermakna dari kepuasan semacam ini adalah keselarasan tipologi kepribadian pasangan yang teruji.
Dalam hal ini, konselor kesehatan mental membantu pasangan untuk menemukan dukungan diantara mereka satu sama lain, di dalam kelompok pada komunitas dimana pasangan tinggal, atau di dalam program-program khusus seperti meningkatkan kualitas perkawinan (Solsberry, 1994).
Secara keseluruhan yang ditekankan dalam pencegahan kesehatan mental adalah kesejahteraan positif (aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan baik pencegahan maupun remediasi dan mempunyai nilai terapi bagi individu yang melakukannya secara konsisten). Aktivitas semacam ini termasuk makan makanan alami, mengkonsumsi vitamin, pergi ke spa kesehatan, meditasi, melakukan olah raga secara teratur, dan mengeksplor beraneka pendekatan kemanusiaan dan antar-pribadi (O’Donnell, 1988). “Agar seseorang menjadi makhluk yang utuh, sehat, dan berfungsi baik, kita harus mengevaluasi proses fisik, psikologis, intelektual, social, emosional, dan lingkungan (Carlson & Ardell, 1988).


Strategi lain dari perspektif kesejahteraan adalah sebagai berikut:
  1. Konselor harus terus memikirkan hal-hal positif, yang menggairahkan kehidupan yang dapat dilakukan oleh individu;
  2. Mengubah skrining tradisional agar memasukkan lebih banyak penekanan terhadap kesehatan secara keseluruhan;
  3. Melakukan riset lebih banyak; dan
  4. Menyoroti dimensi karakteristik fisik dari kehidupan klien sebagai satu aspek dari apa yang disebut Lazarus (1989) terapi multimodal (BASIC I, D: perilaku, afeksi, sensasi, imajinasi, kognitif, hubungan interpersonal atau perorangan, dan obat-obatan/biologi).




  1. Pencegahan Sekunder dan Tersier


Selain pencegahan primer, konselor kesehatan mental berkonsentrasi pada pencegahan sekunder (mengendalikan masalah kesehatan mental yang sudah ada di permukaan tetapi belum parah) dan pencegahan tersier (mengendalikan masalah kesehatan mental yang serius agar tidak menjadi kronis atau mengancam kehidupan). Pada kasus semacam ini (berbeda dengan pencegahan primer), konselor kesehatan mental menilai fungsi klien dan kemudian, jika tepat, menggunakan teori dan teknik yang dikembangkan oleh ahli-ahli teori ternama seperti Rogers, Skinner, dan Glasser untuk merawat gejala dan kondisi utamanya.


Konselor kesehatan mental yang melakukan perawatan sering menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah memberi respons yang baik terhadap sejumlah orang yang membutuhkan dan mencari layanan kesehatan mental. Tidak setiap orang yang membutuhkan layanan perawatan untuk gangguan ringan maupun besar dapat ditangani dengan baik oleh pemberi layanan kesehatan mental nasional seperti konselor, psikiater, psikolog, dan pekerja social. Meskipun perawatan klien menjadi satu-satunya aktivitas tenaga professional ini mereka tetap tidak mampu menangani seluruh kebutuhan dari klien yang memerlukan bantuan (Lichtenberg, 1986; Meehl, 1973).


Tantangan lain yang harus dihadapi klinisi dalam konseling kesehatan mental adalah tren dalam rumah sakit psikiatrik rawat inap untuk memperpendek waktu rawat inap bagi klien dengan gangguan parah. Periode rawat inap yang diperpendek ini berarti bahwa semakin banyak individu dengan kelainan mental yang tidak mendapat perawatan yang mereka butuhkan atau dirawat di sarana rawat jalan, tempat konselor kesehatan mental member layanan dan sering dibatasi oleh peraturan perawatan terorganisir (Hansen, 1998).


Hasil survey terhadap artikel dalam Journal of Mental Health Counseling di awal 1990-an menunjukkan bahwa konselor kesehatan mental mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memberikan perawatan sebagai layanan utama dalam konseling kesehatan mental (Kiselica & Look, 1993). Beberapa bidang yang mendapat penekanan dari konselor perawatan mental dalam memberi perawatan adalah kelainan umum dan kelainan khusus yang bersifat jangka panjang, seperti depresi ringan (Kolenc, Hartley, & Murdock, 1990), berhenti merokok (Pinto & Morrell, 1988), perilaku obsesif-kompulsif (Dattilio, 1993), dan gangguan pola makan seperti bulimia (Gerstein & Hotelling,1987). Untuk mengetahui perawatan apa yang cocok untuk penderita kelainan mental yang kompleks seperti schizophrenia, konselor pemula dan mereka yang belum pernah menangani bidang ini, dapat mencontoh film-film seperti Sybill, Three Faces of Eve, dan A Beautifull Mind.


Berapapun persisnya angka dan jumlah populasi yang terkena, depresi dan ansietas umum di dalam masyarakat karena sejumlah alas an, beberapa alas an tersebut bisa kita tonton setiap malam di berita malam atau berita radio. Seperti ansietas, depresi mempunyai berbagai macam bentuk. Namun, kabar baiknya adalah bahwa ada sejumlah pengobatan untuk depresi dan ansietas, seperti terapi pemecahan masalah, tetapi berfokus solusi, terapi naratif, dan konseling perilaku-kognitif. Semua kelihatannya cukup berhasil dalam pengobatan (misalnya, pemulihan) dan pencegahan penyakit ini (Dixon, 2000; Gladding, 2005; Paradise & Kirby, 2005).
Selain mengobati depresi dan gangguan ansietas, konselor kesehatan mental, seperti banyak konselor di bidang lain, juga dipanggil untuk menangani klien yang putus asa dan ingin bunuh diri. Ada beberapa cara untuk menangani klien bunuh diri, namun dua yang paling menonjol adalah model intervensi krisis dan model terapi berkelanjutan (Paulson & Woth, 2002). “Kedua model ini menekankan peran dari hubungan terapi yang positif, dan pemahaman serta keabsahan perasaan klien.” Juga menekankan pentingnya membantu klien bunuh diri untuk mengembangkan kesadaran diri dan membangun identitas baru.

1 komentar:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus