- KONSELING
- Definisi dalam Konseling
Mencermati dinamika
konseling dewasa ini, definisi konseling dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu definisi konvensional dan definisi modern. Definisi
konseling konvensional lebih bercirikan bahwa pelayanan konseling
tidak menggunakan teknologi informatika, sedangkan definisi konseling
modern bercirikan suatu pelayanan konseling menggunakan teknologi
informatika.
- Definisi Konseling Konvensional
Secara konvensional,
konseling didefinisikan sebagai pelayanan professional (professional
service)
yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka (face
to face)
agar klien dapat mengembangkan perilakunya kea rah lebih maju
(progressive).
Pelayanan konseling berfungsi kuratif (curative)
dalam arti penyembuhan dimana klien adalah individu yang mengalami
masalah, dan setelah memperoleh layanan konseling, ia diharapkan
secara bertahap dapat memahami masalahnya (problem
understanding)
dan memecahkan masalahnya (problem
solving).
- Definisi Konseling Modern
Definisi konseling
modern merupakan hasil perkembangan konseling dalam abad teknologi,
sehingga proses konseling dipengaruhi oleh kemajuan teknologi,
khususnya teknologi informatika. Konseling adalah profesi bantuan
(helping
profession)
yang diberikan oleh konselor kepada klien atau kelompok klien, dimana
konselor dapat menggunakan teknologi sebagai media untuk
memfasilitasi proses perkembangan klien atau kelompok klien sesuai
dengan kekuatan, kemampuan potensial dan actual serta peluang-peluang
yang dimiliki, dan membantu mereka dalam mengatasi segala
permasalahan dalam perkembangan dirinya.
Konseling tidak
hanya diberikan secara tatap muka (face
to face)
untuk menjalankan fungsi penyembuhan (curative),
artinya bias tidak secara tatap muka karena menggunakan teknologi
informatika seperti internet, sehingga konseling bias diberikan
konselor kepada klien secara berjauhan tanpa membatasi lokasi dan
waktu untuk menjalankan berbagai fungsi pelayanan konseling
diantaranya penyembuhan (curative).
Menurut Jones
(1995:2) konseling didefinisikan sebagai hubungan bantuan yang
bersifat pribadi (as
a special kind of helping relationship),
sebagai bentuk intervensi (as
a repertoire of interventions),
dan sebagai proses psikologis (as
a psychological process)
untuk mencapai tujuan.
- Tujuan Konseling
Secara umum tujuan
konseling adalah agar klien dapat mengubah perilakunya ke arah yang
lebih maju (progressive
behavior changed),
melalui terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal,
kemandirian dan kebahagiaan hidup. Secara khusus tujuan konseling
tergantung dari masalah yang dihadapi oleh masing-masing klien.
Jones (1995:3)
menyatakan setiap konselor dapat merumuskan tujuan konseling yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing klien. Sebagai
contoh tujuan konseling adalah agar klien dapat memecahkan masalahnya
saat ini, menghilangkan emosinya yang negatif, mampu beradaptasi,
dapat membuat keputusan, mampu mengelola krisis, dan memiliki
kecakapan hidup (lifeskill).
Berikut
adalah beberapa tujuan konseling (McLeod, 2008:13-14):
- Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional mengarah pada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih control rasional daripada perasaan dan tindakan.
- Hubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.
- Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap perasaan dan pemikiran yang selama ini ditahan atau ditolak.
- Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subyek kritik dan penolakan.
- Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tidak bias diselesaikan oleh konseli sendiri.
- Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau pemenuhan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
- Pendidikan psikologi. Membuat konseli mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan tingkah laku.
- Keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan interpersonal.
- Perubahan kognitif. Mengganti kepercayaan yang irasional dan pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancur.
- Perubahan tingkah laku. Mengganti perilaku yang maladaptif.
- Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial.
- Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya.
- Restitusi. Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.
- Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain, membagi pengetahuan, dan mengontribusikan k.ebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
- Ciri-ciri Konseling
Konseling merupakan
pelayanan professional yang memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda
dengan pelayanan bimbingan yang lain. Combs and Avila (1985:1-2);
Brammer and Shostrom (1982:114); Depdiknas (2004:13-14); dan Asosiasi
Bimbingan dan Konseling (2005:6) mengemukakan beberapa ciri konseling
yaitu: konseling sebagai suatu profesi bantuan (helping
profession),
konseling sebagai hubungan pribadi (relationship
counseling),
konseling sebagai bentuk intervensi (interventions
repertoire),
konseling untuk masyarakat luas (counseling
for all),
dan konseling sebagai pelayanan psikopedagogis (psycho-pedagogical
service).
- Fungsi Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling
mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan
kegiatan konseling. Fungsi tersebut mencakup; fungsi pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan
pengembangan, serta fungsi advokasi. Kelima fungsi tersebut diuraikan
sebagai berikut:
- Fungsi pemahaman (understanding function)
Fungsi pemahaman
yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman bagi klien atau
kelompok klien tentang dirinya, lingkungannya, dan berbagai informasi
yang dibutuhkan. Pemahaman diri meliputi pemahaman tentang kondisi
psikologis seperti: intelegensi, bakat, minat, dan ciri-ciri
kepribadian, serta pemahaman kondisi fisik seperti kesehatan fisik
(jasmaniah). Pemahaman lingkungan mencakup: lingkungan alam sekitar
dan lingkungan sosial, sedangkan pemahaman berbagai informasi yang
dibutuhkan: informasi pendidikan dan informasi karier.
- Fungsi pencegahan (preventive function)
Fungsi pencegahan
adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya
atau terhindarnya klien atau kelompok klien dan berbagai permasalahan
yang mngkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat atau
menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan
dan proses perkembangan.
- Fungsi pengentasan (curative function)
Fungsi pengentasan
adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan klien atau
kelompok klien untuk memecahkan masalah-masalah yang dialaminya dalam
kehidupan dan/atau perkembangannya.
- Fungsi pemeliharaan dan pengembangan (development and preservative)
Fungsi pemeliharaan
dan pengembangan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan
klien atau kelompok klien untuk memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi atau kondisi yang sudah baik agar tetap menjadi baik untuk
lebih dikembangkan secara mantap dan berkelanjutan.
- Fungsi advokasi
Fungsi advokasi
adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap
berbagai bentuk pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan
pendidikan dan perkembangan yang dialami klien atau kelompok klien.
- Prinsip-prinsip Pelayanan Konseling
Dalam pelayanan
konseling, prinsip adalah kaidah atau ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling
kepada klien. Prayitno, dkk (1997:27-30) menyatakan bahwa
prinsip-prinsip pelayanan bimbingan dan konseling mencakup empat
kelompok yaitu: (1) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran
pelayanan; (2) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan
klien; (3) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan;
(4) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan
pelayanan.
- Asas-asas Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling
adalah pekerjaan professional yang diberikan oleh konselor kepada
klien dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip dan asas-asas pelayanan
konseling. Asas-asas pelayanan konseling merupakan suatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar dalam menjalankan pelayanan konseling.
Asas-asas tersebut mengacu pada asas-asas Bimbingan dan Konseling
yaitu: asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kemandirian,
kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih
tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1999:115).
Menurut Winkell
(1989:301-302), pelayanan seorang konselor terhadap konseli yang
bercorak membantu dan dibantu (helping relationship), yang
berlangsung secara formal dan dikelola secara professional, kiranya
harus memperhatikan berbagai asas-asas yang harus dipahami bersama,
yaitu:
- Bermakna, baik untuk konselor maupun konseli karena kedua belah pihak melibatkan diri sepenuhnya.
- Mengandung unsur kognitif dan afektif karena konselor dan konseli berpikir bersama, serta alam perasaan konseli sepenuhnya diakui ikut dihayati konselor.
- Berdasarkan sikap saling percaya dan saling terbuka. Kedua partisipan saling mengandalkan sebagai pribadi yang berkehendak baik.
- Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan, dalam arti konseli member persetujuan terjadinya komunikasi secara sukarela dan konselor menerima dengan rela permintaan untuk memberikan bantuan profesional.
- Terdapat suatu kebutuhan di pihak konseli, yang diharapkan dapat terpenuhi melalui wawancara konseling. Di pihak konselor kebutuhan itu disadari dan diakui termasuk lingkup keahliannya sehingga konselor berusaha memenuhinya.
- Terdapat komunikasi dua arah, dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan atau saling mengirimkan berita, baik melalui saluran verbal amaupun nonverbal. Pesan tersebut saling ditanggapi.
- Mengandung strukturalisasi, dalam arti komunikasi tidak berlangsung apa adanya, seperti lazimnya komunikasi social nonprofesional.
- Berasaskan kerelaaan dan usaha untuk bekerja sama agar tujuan yang disepakati bersama tercapai.
- Mengarah pada suatu perubahan pada diri konseli. Perubahan itu adalah tujuan yang hendak dicapai bersama.
- Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan ketulusan konselor dalam membantunya sehingga keterbukaan konseli tidak akan disalahgunakan oleh konselor.
- Syarat-syarat Konseling
Untuk mengadakan
proses konseling, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak, yaitu dari sisi guru sebagai konselor dan siswa sebagai
konseli. Menurut Winkell (1989:87-88), beberapa syarat yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
- Di pihak konselor
- Tiga sikap pokok, yaitu menerima (acceptance), memahami (understanding), dan sikap bertindak dan berkata jujur. Sikap menerima berarti pihak konselor menerima siswa sebagaimana adanya dan tidak segera mengadili siswa karena kebenaran dan pendapatnya / perasaannya / perbuatannya. Sikap memahami berkaitan dengan tuntutan seorang konselor agar berusaha dengan sekuat tenaga menangkap dengan jelas dan lengkap hal-hal yang sedang diungkapkan oleh siswa, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan. Sedangkan sikap bertindak dan berkata secara jujur berarti bahwa seorang konselor tidak berpura-pura sehingga siswa semakin percaya dan mantap ketika sedang berhadapan dengan konselor.
- Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli. Kepekaan yang dibangun oleh konselor sekolah akan membantu dalam proses konseling karena konselor akan mendapatkan banyak data yang mungkin secara verbal maupun nonverbal diungkapkan oleh konseli.
- Kemampuan dalam hal komunikasi yang tepat (rapport). Hal ini berarti konselor mampu menyatakan pemahamannya terhadap hal-hal yang diungkapkan konseli.
- Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat.
- Wajib menaati kode etik jabatan sesuai dengan yang telah disusun dalam Konvensi Nasional Bimbingan I.
- Di pihak konseli
- Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu masalah, kesediaan untuk mengungkapkan masalahnya dengan tulus, jujur, dan adanya kemauan untuk mencari penyelesaian masalah itu.
- Keberanian untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam dirinya sehingga konselor akan lebih mudah memahami/mengenal konseli secara lebih mendalam. Selain itu, konselor juga harus menyadari bahwa konseli yang dating mungkin sedang mengalami perasaan yang sangat sensitive, kurang tenang, kecemasan yang berlebihan, atau kemarahan. Maka, konselor harus bias sabar dan masuk melalui pintu yang tepat agar dapat membantu siswa mengungkapkan seluruh perasaan dan pikiran yang mengganggunya saat itu.
Agar proses
konseling berjalan lancer, pihak konselor harus memenuhi beberapa
syarat di atas. Di samping itu, konselor juga harus melihat beberapa
syarat yang ada di pihak konseli, apakah konseli layak atau tidak
untuk dibantu. Jika saat itu konseli belum siap dibantu, pertemuan
bias diundur sampai konseli siap dengan keadaannya untuk proses
konseling atau konseli harus segera dibantu, tetapi dengan bantuan
pihak psikolog ataupun psikiater.
- Teknik-teknik Konseling (Verbal dan Nonverbal)
Dalam proses
konseling, konselor harus mampu menggali perasaan dan pikiran
konseli. Proses penggalian ini membutuhkan sebuah teknik khusus agar
pertanyaan/pernyataan yang dilontarkan konselor kepada konseli dapat
menghipnosis konseli untuk semakin terbuka. Untuk itu, konselor harus
menguasai teknik-teknik konseling secara verbal (dengan kata-kata)
maupun nonverbal.
- Teknik konseling verbal
Menurut Winkell
(1991:316), teknik konseling verbal adalah tanggapan–tanggapan
verbal yang diberikan konselor, yang merupakan perwujudan kongkret
dari maksud pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor
untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor kepada
konseli akan menggunakan sebuah teknik verbal atau lebih, tergantung
pada intensitas pertemuannya. Tanggapan verbal konselor akan
dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan, kalimat tanya,
atau komibanasi dari pernyataan dan kalimat tanya. Teknik-teknik
konseling secara verbal adalah sebagai berikut (Winkell, 1991:316):
- Ajakan untuk memulai (invitation to talk)
Pada
akhir fase pembukaan konselor mempersilahkan konseli untuk mulai
menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Jika konseli dating
kepada konselor atas inisiatifnya sendiri, ajakan untuk memulai ini
akan mudah ditangkap oleh konseli. Akan tetapi, jika konseli dating
kepada konselor karena dipanggil, konselor harus sangat bijaksana
dalam menentukan terhadap siapa dan kapan teknik ini digunakan.
Usul/saran biasanya digunakan/diberikan dalam fase penyelesaian
masalah.
Contoh:
Ko : waktu yang
tepat seandainya saudara ingin membicarakan pemilihan jurusan kepada
ibu saudara adalah pada saat acara santai dengan keluarga. Bagaimana?
Ko : kalau boleh
saya usul, waktu yang tepat adalah setelah makan malam, bagaimana?
- Penolakan (criticism)
Konselor
menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif, yang
bersifat menolak pandangan, tindakan, atau rencana konseli. Akan
tetapi, pemberian teknik ini harus sangat hati-hati karena
penyampaian yang tidak tepat bias merusak hubungan dalam proses
konseling. Dalam hal tindakan moral dan pendidikan, teknik ini akan
mudah digunakan.
Contoh:
Ko : saya tidak
sependapat dengan tindakan anda yang main hakim sendiri.
Ko : pendapat anda,
bahwa orang yang berpacaran harus melakukan hubungan seksual. Saya
tidak sependapat dengan saudara karena hal ini melanggar norma
moralitas.
Teknik-teknik
konseling tersebut harus digunakan oleh konselor secara spontan dan
luwes. Diharapkan dalam pendekatan konseling teknik-teknik ini dapat
dimunculkan sehingga proses konseling akan tersusun dengan
sistematis. Semua konselor pasti mampu menggunakannya asalkan sering
berlatih dan menerapkannya. Di sisi lain, ketika proses konseling
berlangsung, konseli akan menyampaikan banyak pesan yang tersirat
dalam bentuk ungkapan-ungkapan perasaan, baik perasaan senang maupun
tidak senang. Untuk itu, konselor harus tanggap dengan
ungkapan-ungkapan tersebut. Berikut adalah daftar perasaan yang biasa
diungkapkan oleh konseli.
- Perasaan senang
- Merasa bahagia.
- Merasa bebas.
- Merasa puas.
- Merasa tenang.
- Merasa tertarik.
- Merasa sabar.
- Merasa nikmat.
- Merasa yakin.
- Merasa kagum.
- Merasa cinta.
- Merasa lega.
- Merasa pantas.
- Merasa santai.
- Merasa takjub.
- Merasa damai.
- dan seterusnya.
- Perasaan tidak senang
- Merasa asing.
- Merasa bingung.
- Merasa takut.
- Merasa cemas.
- Merasa benci.
- Merasa bosan.
- Merasa cemburu.
- Merasa sakit hati.
- Merasa kehilangan.
- Merasa kesepian.
- Merasa berat.
- Merasa berdosa.
- Merasa tegang.
- Merasa terpojok.
- Merasa terombang-ambing.
- dan seterusnya.
- Teknik konseling nonverbal
Selain menggunakan
teknik konseling verbal, konselor pun harus mampu menggunakan teknik
konseling nonverbal. Dengan menguasai teknik konseling nonverbal,
konselor dapat menangkap isyarat/pesan konseli yang belum terungkap
secara verbal. Penggunaan teknik ini harus memiliki kesesuaian antara
apa yang diungkapkan oleh konselor dengan perilaku yang tampak
dihadapan konseli. Berikut teknik-teknik nonverbal:
- Anggukan kepala; untuk menyatakan sependapat, setuju, searah dengan jalan yang diungkapkan konseli.
- Senyuman; untuk menyatakan sikap menerima. Biasanya pada saat menyambut kedatangan konseli.
- Tatapan mata; untuk menyatakan sikap sedang memperhatikan. Tentunya tatapan mata yang dimaksud adalah menatap/memperhatikan ke arah seluruh wajah konseli.
- Intonasi suara; untuk menyatakan kesesuaian pembicaraan dengan konseli.
- Ekspresi muka; untuk mendukung reaksi-reaksi yang diungkapkan konseli.
- Diam; untuk menyatakan/mempersilahkan konseli untuk terus melanjutkan pembicaraan atau empati terhadap ungkapan perasaan konseli. Diam bukan berarti membiarkan konseli. Diam adalah sikap menghargai.
- Gerakan tangan; untuk memperkuat/mendukung apa yang diucapkan konselor secara verbal.
- Gerakan bibir; gerakan bibir harus dilakukan secara wajar jika konselor tidak berbicara karena gerakan bibir yang berlebihan bisa menimbulkan efek sikap negative bagi konseli.
- Pakaian; pakaian konselor akan sangat mendukung dalam proses konseling. Jika konselor menggunakan pakaian yang bersih, rapi, wangi, dan sesuai, konseli akan sangat merasa nyaman berbicara dengan konselor.
- Jarak tempat duduk; konselor harus tepat dalam pengaturan jarak tempat duduk dengan konseli. Karena jika terlalu jauh akan terkesan menolak, jika terlalu dekat konseli pun tidak akan merasa nyaman.
Penggunaan
teknik-teknik nonverbal ini akan sangat membantu dalam proses
konseling. Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa teknik-teknik
nonverbal sangat penting untuk dilakukan (Leather, dalam Rakhmat,
1991:287-289), yaitu:
- Faktor nonverbal sangat menentukan makna komunikasi interpersonal.
Pada
saat mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita akan banyak
menyampaikan gagasan dan pikiran melalui pesan-pesan nonverbal. Pada
gilirannya, orang lain pun lebih banyak membaca pikiran melalui
petunjuk-petunjuk nonverbal.
- Perasaan dan emosi lebih dicermati jika disampaikan lewat pesan nonverbal daripada pesan verbal.
Perasaan
dan emosi seseorang akan lebih mudah diungkapkan melalui bahasa
nonverbal daripada bahasa verbal.
- Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan.
Pesan
nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar, kecuali
oleh aktor-aktor yang telah terlatih.
- Pesan nonverbal menyampaikan fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
Fungsi
metakomunikatif berarti memberikan informasi tambahan yang
memperjelas maksud dan makna pesan.
- Pesan nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang lebih efisien daripada pesan verbal.
Dari
segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal
selalu terdapat redundasi (lebih banyak lambing daripada yang
diperlukan), repetisi, ambiguitas (kata-kata yang berarti ganda), dan
abstraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan kata
secara verbal daripada secara nonverbal.
- Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada
situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan
atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan untuk
menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).
- Teori Konseling
Dari lima teori
konseling, dikembangkan model pendekatan untuk wawancara konseling.
Berikut adalah teori konseling beserta contoh kasusnya sehingga
konselor bisa menggunakan pendekatan yang tepat untuk membantu
memecahkan masalah konseli.
- Konseling Berpusat Klien
Digunakan
untuk menangani konseli yang menentukan pilihan-pilihan yang terkait
dengan kehidupannya sehari-hari, tetapi tidak terkait dengan
karir/jabatan tertentu, misalnya pilihan untuk tinggal di kost,
pilihan agama, pilihan untuk tinggal dengan ayah tiri/ayah kandung,
dan sebagainya. Selanjutnya, dalam proses konseling, pendekatan ini
dapat disebut wawancara pengambilan keputusan (Decision
Making Interview
[DMI]).
- Konseling Sifat dan Faktor
Digunakan
untuk menangani masalah konseli terkait dengan pilihan-pilihan hidup
yang berhubungan dengan karir/jabatan, misalnya kebingungan dalam
memilih perguruan tinggi, SMA, jurusan, dan sebagainya.
- Konseling Behavioristik
Digunakan
untuk membantu masalah konseli yang terkait dengan perilaku-perilaku
maladaptif, misalnya takut pada cicak, ketinggian, kolam renang,
kepemimpinan, dan sebagainya.
- Konseling Emotif Rasional
Dapat
digunakan untuk membantu konseli yang berpandangan irrasional
(irrational
belief),
misalnya berpikir gurunya adalah momok dalam hidup, ayahnya adalah
virus dalam hidup, ia adalah anak yang tidak berguna, dan sebagainya.
- Ekletik
Digunakan
untuk membantu konseli yang kurang bisa menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungan sekitar, misalnya tidak betah tinggal di rumah,
tidak kerasan tinggal di kelas baru, kurang nyaman dengan rumah baru,
dan sebagainya. Selanjutnya pendekatan ini disebut konseling
penyesuaian diri (self-adjustment
counseling).
- Wawancara Konseling
Untuk melakukan
wawancara konseling, konselor menggunakan langkah kerja/fase-fase
agar apa yang akan dibicarakan dan diselesaikan bersama konseli dapat
tersusun secara sistematis. Berikut adalah beberapa langkah dalam
proses konseling menurut para ahli.
- Mears dan Thorne (dalam McLeod, 2008:366)
Ada
tiga fase dalam proses konseling, yaitu:
- Fase awal : membantu konseli mengenali dan menjernihkan situasi masalah.
- Fase tengah : mengembangkan program untuk situasi yang konstruktif.
- Fase akhir : mengimplementasikan target.
- Williamson (Koestoer, 1984:58)
- Analisis : pengumpulan data dari berbagai sumber.
- Sintesis : meringkas dan menyusun data yang menampakkan sifat-sifatnya yang bernilai, kekuatan, kekurangan, tanggung jawab, kesesuaian dan ketidaksesuaian.
- Diagnosis : memformulasikan konklusi-konklusi tentang sifat-sifat dan sebab-sebab masalah yang ditampilkan konseli.
- Prognosis : meramalkan masa depan perkembangan masalah siswa, sejauh mana hal itu dapat mengadakan perubahan-perubahan tingkah laku siswa yang lebih baik.
- Tindak lanjut : membantu siswa dengan masalah-masalah baru atau masalah lama yang muncul kembali.
- Winkell (1991:227)
- Fase pembukaan,
- Fase penjelasan masalah,
- Fase penggalian masalah,
- Fase penyelesaian masalah, dan
- Fase penutup.
Dari beberapa model
fase/langkah kerja dalam proses konseling yang dijelaskan oleh para
ahli tersebut, berikut langkah kerja/fase-fase untuk mengadakan
wawancara konseling, yaitu:
- Hubungan Awal
Hubungan
awal diletakkan pada dasar untuk membangun hubungan pribadi dengan
konseli yang nantinya akan mendukung proses wawancara konseling yang
baik. Hal yang dilakukan konselor dalam hubungan awal adalah sebagai
berikut:
- Menyambut kedatangan konseli dengan sikap ramah, senyuman, dan bahasa-bahasa yang lembut.
- Mempersilahkan konseli duduk.
- Konselor mengajak konseli berbasa-basi. Dalam hal ini, basa-basi yang dimaksud kiranya sesuai dengan konteks yang terhangat saat itu atau konteks mengenai seputar kehidupan konseli, misalnya basa-basi dalam hal kegiatan yang baru saja konseli lakukan, hobi, atau kebiasaannya. Dalam basa-basi ini konselor harus pandai mengatur waktunya, basa-basi yang terlalu lama juga tidak baik.
- Jika konseli dating karena dipanggil, konselor wajib menjelaskan alasan konseli dipanggil. Jika ada peraturan khusus yang menjadi syarat bagi konseli, konselor juga perlu menjelaskannya. Jika konseli datang karena kesadarannya sendiri, konselor tidak perlu menjelaskan alas an konseli dipanggil.
- Konselor mempersilahkan konseli untuk mengungkapkan masalahnya.
- Penjelasan Masalah
Konseli
mengungkapkan hal yang ingin dibicarakan dengan konselor. Inisiatif
berada di pihak konseli. Konseli bebas mengutarakan apa yang akan
diungkapkan. Sambil mendengarkan ungkapan masalah konseli, konselor
mulai menentukan pendekatan yang tepat terhadap masalah konseli
tersebut.
- Penggalian Masalah
Di
dalam penjelasan masalah biasanya konseli hanya mengungkapkan hal-hal
pokok yang menjadi beban pikiran dan perasaannya. Penggalian masalah
dipakai untuk mengungkapkan lebih dalam masalah konseli. Penggalian
ini tentunya akan disesuaikan dengan masalah dan pendekatan yang
digunakan dalam konseling. Menurut Winkell (1991:339-370), beberapa
strategi yang bisa dilakukan untuk melakukan penggalian masalah
terhadap masing-masing pendekatan adalah sebagai berikut:
- Behavioristik
Konselor
menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Data-data yang akan
digali terkait dengan kejadian pada masa sekarang,
pengalaman-pengalaman negative yang pernah dialami pada masa lalu,
perasaan-perasaan sekarang, perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan
pada kejadian masa lalu, apa yang dipikirkan pada saat sekarang, apa
yang dipikirkan pada masa lalu ketika mengalami kejadian yang kurang
menyenangkan, dan konsekuensi yang diterima setelah kejadian. Dengan
demikian, alur yang akan dipakai oleh konselor adalah:
A
(antecedent)
B (behavior)
C (consequence)
- Konseling Terapi Emotif
Konselor
menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Data-data yang akan
digali terkait dengan kejadian tertentu (activating
event,
activating
experience),
tanggapan terhadap kejadian yang dialami konseli (belief)
yang menimbulkan pikiran irasional dari setelah kejadian itu
direspons, akibat pandangan irasional (consequence).
- Wawancara Pengambilan Keputusan
Konselor
menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Data-data yang akan
digali terkait dengan asal usul masalah konseli, unsur penting
(pokok) yang mendukung munculnya konflik konseli, perasaan-perasaan
dan pikiran konseli, dan orang-orang yang terlibat sehingga ikut
memunculkan konflik konseli.
- Konseling Sifat dan Faktor
Konselor
menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Data-data yang akan
digali terkait dengan asal usul masalah konseli, data pribadi tentang
konseli (cita-cita, kemampuan kognitif, bakat khusus, sifat-sifat
positif dan negative dalam diri konseli, nilai-nilai hidup yang
diperjuangkan, hobi, harapan-harapan untuk masa depan, perguruan
tinggi yang diinginkan), dan data tentang keluarga konseli (pekerjaan
orangtua, jumlah saudara, harapan orangtua terhadap perguruan
tinggi).
- Konseling Wawancara Penyesuaian Diri
Konselor
menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Data-data yang akan
digali terkait dengan unsur-unsur yang mendukung munculnya konflik
konseli, yaitu data tentang keluarga, lingkungan-lingkungan luar
tempat konseli tinggal, perasaan, dan pikiran yang dialami.
- Penyelesaian Masalah
Konselor
dan konseli membahas pilihan-pilihan yang akan dibuat oleh konseli.
Konselor akan menuntun konseli agar semakin terbuka untuk berani
mengambil keputusan terhadap masalahnya. Menurut Winkell
(1991:339-370), beberapa strategi yang bisa digunakan untuk melakukan
penggalian masalah pada masing-masing pendekatan adalah sebagai
berikut:
- Behavioristik
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli, bahwa pengalaman
pada masa lalu mempengaruhi proses belajar sekarang. Konselor
mengajak konseli untuk berperilaku baru yang lebih realistic dengan
menggali pengalaman-pengalaman positif di masa lalu. Pengalaman
positif inilah yang akan dijadikan patokan konseli untuk memiliki
kognisi yang baru. Dengan demikian, konseli akan merencanakan
tindakan-tindakan konkret yang lebih baik.
- Konseling Terapi Emotif
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor memberikan
pandangan-pandangan yang akan mengubah pikiran irasional konseli.
Untuk mengubah pandangan tersebut, konselor menentang pikiran
irasional (dispute)
konseli dengan pertanyaan-pertanyaan. Dengan demikian, konseli
diharapkan akan mengubah pandangan irasionalnya (efek).
- Wawancara Pengambilan Keputusan
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor mengajak
konseli untuk membuat/menentukan norma/patokan mengenai hal-hal yang
kiranya menjadi landasan dalam hidupnya. Konselor mengajak konseli
untuk membuat perbandingan dengan melihat keuntungan (pro) dan
kerugian (kontra) dengan beberapa pilihan yang menjadi kesulitannya.
Selanjutnya, untuk mengarahkan konseli agar bisa memutuskan
pilihannya, konselor memberikan pertanyaan-pertanyaan pembanding.
- Konseling Sifat dan Faktor
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor mengajak
konseli untuk membuat perbandingan dengan melihat keuntungan dan
kerugian dengan beberapa pilihan yang menjadi kesulitannya.
Memberikan pertanyaan-pertanyaan pembanding dengan kata mungkinkah,
inginkah,
dan bisakah.
Selanjutnya, konselor mengarahkan konseli agar bisa memutuskan
pilihannya.
- Konseling Wawancara Penyesuaian Diri
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor menanyakan
sesuatu yang ideal yang diharapkan konseli, mengajak konseli untuk
menemukan sikap yang tepat untuk menyesuaikan dirinya sehingga
akhirnya konseli menemukan pilihanyang tepat bagi dirinya.
- Hubungan Akhir
Jika
konseli sudah merasa mantap dengan keputusannya selama konseling,
pertemuan dapat diakhiri. Konselor memberikan ringkasan dari apa yang
sudah dibicarakan sejak awal sampai akhir. Ringkasan ini dapat
dilakukan oleh konseli atau konselor. Jika pertemuan dirasa belum
selesai, konselor dan konseli dapat membuat janji lagi sesuai dengan
jadwal dan waktu yang telah disepakati bersama.
- Tindak Lanjut (Follow Up)
Meskipun
wawancara konseling sudah berakhir, konselor wajib memantau konseli
untuk melihat perkembangan yang sudah terjadi dalam dirinya. Kegiatan
ini juga bisa dilakukan secara terjadwal sesuai waktu yang telah
disepakati. Hal yang dilakukan adalah mengevaluasi keberhasilan
konseli dalam melaksanakan alternatif pilihan/keputusan yang telah
disepakatinya.
- Persiapan Konseling
Untuk mengadakan
konseling, seorang konselor harus melakukan persiapan agar proses
konseling bisa berjalan dengan baik. Adapun persiapan yang harus
dilakukan konselor adalah sebagai berikut:
- Persiapan pribadi konselor
Persiapan
pribadi konselor mencakup hal-hal yang sifatnya fisik maupun
psikologis.
- Hal-hal yang sifatnya fisik:
- Cara berpakaian; konselor tampak lebih berwibawa dan menarik ketika menghadapi konseli jika mengenakan pakaian yang rapi, bersih, dan tidak berbau.
- Penampilan; penampilan yang rapi akan membuat konselor menjadi semakin percaya diri. Penampilan yang dimaksud adalah wajah yang tidak kusut/muka bersih, rambut rapi, sepatu yang layak, kuku tangan yang bersih, dan mulut yang tidak bau.
- Hal-hal yang sifatnya psikologis:
- Persiapan mental; konselor harus siap menghadapi konseli dengan karakter yang berbeda-beda. Konselor tidak boleh minder, takut, jijik, subjektif/pilih-pilih (jika tidak sesuai selera, konseli tidak dilayani).
- Tidak sedang bermasalah: konselor yang sedang menghadapi masalah dan masih terhanyut dalam masalahnya tersebut akan sulit membantu konseli.
- Persiapan data
Secara
professional, sebelum melakukan wawancara konseling, konselor harus
siap dengan data-data yang ada, misalnya hasil tes psikologis
konseli, nilai rapor, data orangtua, catatan-catatan harian siswa,
data dari pengamatan sehari-hari, dan sebagainya. Dengan
mempersiapkan banyak data, konselor akan kaya pemahaman untuk
membantu konseli.
- Persiapan ruang konseling
- Konselor harus mempunyai ruang khusus untuk konseling. Ruang konseling tidak sama dengan ruang kerja pribadi.
- Ruang konseling harus terasa nyaman dan membuat kerasan. Jika memungkinkan, ruang konseling bisa diberi tambahan hiasan dinding, bunga, dan sebagainya.
- Ruang konseling didesain agar pembicaraan yang dilakukan tidak mudah didengar oleh orang lain yang berada di luar ruang konseling.
- Kursi dan meja untuk konseling diatur sedemikian rupa sehingga membuat konselor dan konseli merasa nyaman.
Perbedaan
penekanan bidang yang ditangani konseling dan psikoterapi:
- KonselingPsikoterapi
- Suportif dan edukatif
- Vokasional
- Pemberian dorongan
- Masalah yang situasional
- Pemecahan masalah
- Dalam situasi yang sadar
- Orang yang normal
- Saat ini dan yang akan datang
- Jangka pendek
- Akibat tekanan lingkungan
- Menyusun rencana yang rasional
- Mencegah masalah penyesuaian yang lebih berat
- Mengatasi problem kehidupan sehari-hari
- Rekonstruktif
- Emosional perilaku
- Pemberian dorongan (dalam kondisi kritis)
- Masalah emosional yang berat, neurotic
- Rekonstruksi kepribadian
- Alam yang tidak sadar
- Orang yang patologis
- Masa lalu
- Jangka panjang
- Konflik emosional
- Menyembuhkan masalah-masalah yang berat
- Mengerti berperilaku dalam kehidupan sehari-hari
- Mengatasi problem kehidupan sehari-hari
(Hansen,
J.C., Stevic, R.R, dan Ricard W.W. (1977). Counselling:
Theory and Process.3th
edition. New York: Allyn and Bacon Inc. p.13)
- Kondisi Psikologis dalam Konseling
Secara umum kondisi
psikologis merupakan keadaan, situasi yang bersifat kejiwaan.
Konseling merupakan profesi bantuan (helping
profession)
yang diberikan oleh konselor kepada klien yang berlangsung dalam
suatu kondisi psikologis yang diciptakan bersama. Kondisi psikologis
ini akan mempengaruhi proses dan hasil konseling.
Pelayanan konseling
berlangsung dalam suatu kondisi psikologis tertentu yang dibina
konselor dan difokuskan untuk memfasilitasi klien agar dapat
melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih maju (progressive)
sebagai hasil konseling. Jadi kondisi psikologis yang dimaksud di
sini adalah kondisi psikologis yang menunjang proses konseling.
Surya (2003:43-48)
mengemukakan beberapa kebutuhan psikologis yang terkait dengan proses
konseling, yaitu: memberi dan mencapai prestasi, memiliki harapan,
dan memiliki ketenangan. Kebutuhan-kebutuhan psikologis ini harus
diperhatikan konselor dalam membina hubungan konseling. Konselor
professional selalu menciptakan kondisi tersebut sebagai factor yang
menunjang proses konseling.
Berdasarkan pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa ragam kondisi psikologis yang
menunjang proses konseling adalah sebagai berikut:
- Keamanan dan kebebasan psikologis.
- Ketulusan dan kejujuran konselor.
- Kehangatan dan penuh penerimaan.
- Perasaan konselor yang berempati.
- Perasaan konselor yang menyenangkan.
- Perasaan mencapai prestasi.
- Membangun harapan klien.
- Memiliki ketenangan.
- MACAM-MACAM KONSELING
Berikut
ini disajikan beberapa pendekatan konseling yang lazim digunakan
dalam membantu masalah anak.
- Konseling Pendidikan
Pendidikan merupakan
institusi pembinaan anak didik yang memiliki latar belakang social
budaya dan psikologis yang beraneka ragam. Dalam mencapai maksud dan
tujuan pendidikan banyak anak didik yang menghadapi masalah dan
sekaligus mengganggu tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Masalah
yang dihadapi sangat beraneka ragam, diantaranya masalah pribadi,
sosial, ekonomi, agama dan moral, belajar, dan vokasional.
Masalah-masalah
tersebut seringkali menghambat kelancaran proses belajar, meskipun
masalah yang dihadapi tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan
akademik. Penyelenggara pendidikan, khususnya tenaga pendidikan
bertanggung jawab membina anak didiknya sehingga berhasil sebagaimana
yang diharapkan, termasuk mereka yang mengalami masalah.
Konseling pada latar
pendidikan ini telah banyak dikenal di Indonesia. Di Amerika, klinik
konseling juga didirikan di sekolah dan pusat-pusat pendidikan pada
awal perkembangan konseling, misalnya di Pennsylvania University pada
tahun 1896.
- Konseling Vokasional
Konseling vokasional
dapat pula disebut dengan carir
counseling
atau employment
counseling.
Konseling ini selain berkaitan dengan usaha membantu dalam penempatan
tenaga kerja juga membantu klien yang memiliki masalah-masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan, misalnya dalam hubungan dengan pejabat
di atasnya, dan penyesuaian dengan pekerjaan baru.
Konseling vokasional
ini menduduki fungsi yang sangat penting dalam rekrutmen dan
penempatan tenaga kerja sebuah perusahaan atau departemen. Departemen
Tenaga Kerja Amerika juga menggunakan konseling vokasional untuk
menempatkan para veteran Perang Dunia II pada bidang-bidang yang
lebih tepat.
Mengingat pentingnya
konseling vokasional ini, National
Employment Counselor Association
menetapkan dasar-dasar kompetensi yang harus dimiliki seorang
konselor, yaitu:
- Relationship skills
- Individual and group assessment skills
- Group counseling
- Development and use of the careerrelated information
- Occupational plan development and implementation
- Placement skills
- Community relation skills
- Work load management and intra office relationship skills
- Professional development skills (Gibson dan Mitchell, 1983:94)
Di masyarakat
industry, konseling vokasional ini semakin dibutuhkan baik bagi
industry untuk peningkatan usaha-usahanya dan bagi pekerja untuk
peningkatan penyesuaian kerja dan prestasi kerja.
- Konseling Keluarga dan Perkawinan
Konseling yang
berkenaan dengan masalah-masalah keluarga, meliputi hubungan antar
anggota keluarga (ayah, ibu, anak), peranan dan tanggung jawab
masing-masing anggota keluarga. Konseling ini berangkat dari asumsi
bahwa semua anggota keluarga terlibat di dalam problem yang dihadapi,
karena itu seharusnya kerja sama perlu untuk mendapatkan solusinya.
Sebagian para ahli terapi keluarga mempertimbangkan bahwa problem
seorang anggota keluarga disebabkan oleh hubungannya dalam keluarga,
sementara yang lain melihat problem seorang anggota keluarga sebagai
neorotik dari seluruh anggota keluarga.
Hidup berkeluarga
berarti melakukan penyesuaian baru, terutama yang berhubungan dengan
tanggung jawab sebagai suami istri. Dalam banyak hal, membangun
keluarga tidak semudah yang dibayangkan oleh para remaja. Banyak
situasi yang harus diselesaikan dengan cara yang amat rumit termasuk
perceraian.
Konseling perkawinan
dan keluarga bermaksud membantu menyelesaikan masalah-masalah
psikologis yang dihadapi kedua belah pasangan, sehingga dalam
menjalankan fungsi-fungsi keluarga mereka lebih dapat diterima kedua
belah pihak dan dapat membangun keluarga secara lebih baik.
Yang perlu
diperhatikan oleh konselor, tujuan dalam konseling perkawinan dan
keluarga bukan sebagaimana diduga banyak orang yaitu mempertahankan
perkawinan, tetapi untuk membantu pasangan atau anggota keluarga
belajar perilaku baru dan membuat keputusan yang tepat.
Dalam konseling ini
konselor dapat mereferal kliennya ke pihak lain yang dipandang lebih
menguasai persoalannya jika masalah yang dihadapi berada di luar
kewenangan konselor. Layanan referral ini diharapkan dapat membantu
menyelesaikan masalah secara lebih tepat. Namun demikian, sebagaimana
dalam konseling pada umumnya, konseling ini juga memberikan
keleluasaan kepada klien untuk membuat keputusan sendiri, sedangkan
konselor lebih bertindak sebagai fasilitator.
- Konseling Agama
Konseling agama
(religion
counseling)
digunakan untuk membantu klien yang mengalami masalah-masalah yang
berhubungan dengan agama, misalnya keragu-raguan akan nilai-nilai
agama, kebimbangan dalam mengikuti aliran-aliran keagamaan,
terjadinya konflik keyakinan keagamaan dengan pola pemikiran dan
sebagainya.
Konseling agama
tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penganut agama lain agar masuk
dalam agama yang dianut konselor. Konseling agama biasanya dilakukan
terhadap klien yang seagama dengan konselor, dan diselenggarakan
untuk membantu orang-orang yang bermasalah keagamaan.
- Konseling Rehabilitasi
Konseling
rehabilitasi merupakan konseling yang dilakukan terhadap orang-orang
yang sedang dalam proses rehabilitasi. Rehabilitasi berarti proses
mempercepat sosialisasi atau berfungsi secara wajar dari keadaan
sebelumnya, misalnya rehabilitasi setelah bertahun-tahun mengalami
perawatan medis, rehabilitasi karena menjalankan hukuman, dan
sebagainya.
Seseorang yang di
penjara misalnya membutuhkan pelayanan konseling. Konseling tersebut
bermaksud membantu klien agar tidak mengalami masalah-masalah setelah
keluar dari penjara (lembaga pemasyarakatan). Sebagian orang yang di
penjara mengalami perasaan yang tidak diinginkan, seperti rasa
tertekan, malu kepada masyarakat atau cemas tidak diterima oleh
lingkungan sosialnya nanti.
Konseling
rehabilitasi ini juga dimaksudkan membantu klien yang cacat secara
fisik, untuk mengembalikan persepsi dan emosi sehingga memandang
dirinya secara positif dan dapat berbuat lebih tepat sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
- Konseling Individual
Konseling individual
atau disebut juga konseling perorangan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor
kepada konseli yang sedang mengalami suatu masalah, yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli. Dengan demikian,
sasaran layanan konseling individual adalah subyek yang diduga
memiliki masalah tertentu dan membutuhkan pertolongan konselor untuk
mengatasinya.
Layanan konseling
individual dilakukan melalui kegiatan tatap muka (face
to face)
antara konselor dengan konseli, yang terjalin dalam bentuk hubungan
professional yang khas. Tujuan dan fungsi utama dari layanan
konseling individual adalah teratasinya masalah yang diderita
konseli, mencakup: bidang pribadi, bidang social, bidang karier dan
bidang belajar.
Hubungan
konselor-konseli dibangun atas dasar saling percaya diantara kedua
belah pihak, dengan mengedepankan asas confidential
(kerahasiaan)
atas segala data tentang konseli yang terungkap dalam proses
konseling. Proses konseling individual dilakukan mengacu pada
berbagai teori, prosedur, tahapan dan teknik tertentu, baik yang
bersifat umum maupun khusus.
Konseling
individual cocok untuk digunakan ketika:
- Konseli mengalami krisis masalah yang complicated.
- Masalah yang dibicarakan memiliki tingkat kerahasiaan tinggi, yang harus dilindungi.
- Berkaitan dengan upaya hasil tes kepribadian konseli yang bersangkutan.
- Konseli merasa ketakutan atau tidak nyaman untuk membicarakan masalahnya dalam situasi kelompok/kelas.
- Konseli tertolak di lingkungan kelompoknya.
- Topik yang dibicarakan berkaitan dengan penyimpangan perilaku seksual.
- Konseli membutuhkan perhatian dan pengakuan tersendiri.
Konseling berpusat
pada person (person
centered counseling)
dikembangkan oleh Carl Person Rogers, salah seorang psikolog klinis
yang sangat menekuni bidang konseling dan psikoterapi.
Berdasarkan
sejarahnya, teori konseling yang dikembangkan Rogers ini mengalami
beberapa pengetahuan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan
konseling yang disebut non-directive
counseling
(1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling
yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau
directive
counseling.
Pada tahun1951 Rogers mengubah namanya menjadi client
centered counseling
sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang
menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Enam tahun
berikutnya, pada tahun 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya
menjadi konseling yang berpusat pada person (person
centered),
yang memandang klien sebagai patner dan perlu adanya keserasian
pengalaman baik pada klien maupun konselor dan keduanya perlu
mengemukakan pengalamannya pada saat hubungan konseling berlangsung.
- Konseling Kelompok
Ditinjau dari jumlah
klien yang dibantu, konseling dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu
konseling individual dan konseling kelompok. Keonseling individual
berarti konseling yang diberikan kepada seorang klien, sedangkan
konseling kelompok dilakukan terhadap beberapa klien.
Konseling kelompok
(group
counseling)
merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok
untuk membantu, member umpan balik (feedback)
dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya
menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group
dynamic).
Berdasarkan
pengertian di atas, maka konseling kelompok secara prinsipil adalah
sebagai berikut:
- Konseling kelompok merupakan hubungan antara (beberapa) konselor dengan beberapa klien;
- Konseling kelompok berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari;
- Dalam konseling kelompok terdapat faktor-faktor yang merupakan aspek terapi bagi klien;
- Konseling kelompok bermaksud memberikan dorongan dan pemahaman kepada klien, untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien.
Pendekatan kelompok
sebenarnya sangat banyak. Beberapa bentuk intervensi psikososial yang
menggunakan pendekatan kelompok adalah bimbingan kelompok,
psikoterapi kelompok, dan kelompok diskusi terfokus.
Pendekatan-pendekatan kelompok tersebut dapat dibedakan menurut
jenisnya, sebagai berikut:
- Psikoterapi Kelompok
Psikoterapi
kelompok merupakan bantuan yang diberikan oleh psikoterapis terhadap
klien untuk mengatasi disfungsi kepribadian dan interpersonalnya
dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil. Karena
itu psikoterapi kelompok lebih memfokuskan pada ketidaksadaran,
menangani pasien yang mengalami gangguan “neurotik” atau problem
emosional berat lain, dan biasanya dilakukan untuk jangka waktu
panjang.
- Konseling Kelompok
Konseling
kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk
membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses
remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal. Konseling
kelompok mengatasi klien dalam keadaan normal, yaitu sedang tidak
megalami gangguan fungsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya konseling
diselenggarakan untuk jangka pendek atau menengah.
- Kelompok Latihan dan Pengembangan
Kelompok
latihan dan pengembangan merupakan pendidikan kesehatan mental dan
bukan kelompok terapeutik. Biasanya digunakan untuk melatih
sekelompok orang yang berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan tertentu, misalnya peningkatan keterampilan sosialnya,
cara kehidupan kesendirian, menghadapi pensiun dan hari tua, orang
tua tanpa patner, dan sebagainya. Tujuannya secara umum bersifat
antisipatif dan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya hambatan
jika hal tersebut benar-benar dialami.
- Diskusi Kelompok Terfokus
Diskusi
kelompok terfokus (focus group discusion) merupakan kegiatan diskusi,
tukar pikiran beberapa orang mengenai topic-topik khusus yang telah
disepakati oleh anggota kelompok. Topik-topik yang dibicarakan
menjadi bahan yang diminati dan disepakati oleh anggota kelompok.
Peserta diskusi tidak harus memiliki masalah sebagaimana topic yang
dibicarakan, tetapi ada minat untuk berpartisipasi dalam diskusi.
- Konseling Psikoanalisis
Peletak dasar teori
psikoanalisis (psychoanalytic) adalah Sigmund Shlomo Freud, seorang
ahli saraf, yang menaruh perhatian pada ketidaksadaran. Kepribadian
manusia terbesar berada pada dunia ketidaksadaran dan merupakan
sumber energy perilaku manusia yang sangat penting.
Letak keunggulan
psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif
untuk menyembuhkan klien/pasien yang hysteria, cemas, obsesi
neurosis. Namaun demikian kasus-kasus sehari-hari dapat juga
digunakan pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya (Hansen,
1982).
Freud mengembangkan
sejumlah teori kepribadian. Teori-teori kepribadian yang dikemukakan
Freud diantaranya: teori topografi, struktural, genetic, dan
dinamika. Keempat macam teori tersebut memiliki relevansi dengan
proses konseling psikoanalisis, sehingga dipandang perlu untuk
dijelaskan secara garis besarnya sebagai berikut:
Teori topografi
merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian
manusia yang terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud kepribadian itu
berhubungan dengan alam kesadaran (awareness).
Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu alam sadar
(conscious/Cs),
alam prasadar (preconscious/Pcs),
dan alam bawah sadar (unconscious/Ucs).
Alam sadar
adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan
merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang
terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di
sekitar kita.
Alam prasadar
adalah bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang
berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam
sadar jika kita berusaha mengingatkannya kembali. Alam prasadar ini
bukanlah bagian dari alam sadar, tetapi bagian lain yang biasanya
membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyadari sesuatu.
Alam bawah sadar
adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan sebagai bagian
terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan
yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan
tersimpan di dalamnya. Perilaku manusia sebagian besar didorong oleh
perasaan dan pikiran yang tersimpan di dalam unconscious
ini.
Freud beranggapan
bahwa kepribadian manusia tersusun secara structural. Dalam dunia
kesadaran (awareness)
individu terdapat pada subsistem struktur kepribadian yang
berinteraksi secara dinamis. Subsistem itu adalah id, ego dan
superego. Teori struktural berarti penjelasan tentang interaksi
antara tiga elemen struktur peralatan mental (mental
apparatus)
yaitu id, ego dan superego (Brenner, 1996).
Freud
berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:
- Anti rasionalisme.
- Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
- Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif.
- Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
- Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan bukan merupakan proses mental yang berciri biasa.
Konseling
psikoanalisis bertujuan untuk:
- Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus tentang mekanisme penyesuaian dirinya.
- Membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian konseli bisa direkonstruksi lagi.
- Konseling Behavior
Dilihat dari
sejarahnya, konseling behavior tidak dapat dipisahkan dengan
riset-riset perilaku belajar pada binatang, sebagaimana yang
dilakukan Ivan Pavlov (abad ke 19) dengan teorinya classical
conditioning.
Berikutnya adalah Skinner yang mengembangkan teori belajar operan,
dan sejumlah ahli yang secara terus menerus melakukan riset dan
mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil eksperimennya
(Hackmann, 1993).
Ahli behavioral yang
berjasa mengembangkan konseling cukup banyak diantaranya adalah
Wolpe, Lazarus, Bandura, Krumboltz, Rachman, dan Thoresen.
Dalam pandangan
behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku.
Perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa
interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada manusia
yang sama, karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman yang
berbeda dalam kehidupannya. Kepribadian seseorang merupakan cerminan
dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya.
Pandangan dualism
sebagaimana yang berkembang: jiwa raga, mental fifik, sikap perilaku,
dan sebagainya; bagi behavioral adalah tidak valid, tidak dapat
dikenali dan dikendalikan di laboratorium. Untuk itu memahami
kepribadian individu tidak lain adalah perilakunya yang tampak.
Sesuai dengan
namanya, pendekatan konseling ini berangkat dan didasari aliran
Behaviorisme yaitu salah satu aliran psikologi yang mengkaji perilaku
individu dari setiap aktivitas individu yang dapat diamati, bukan
pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu.
Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk
melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement)
dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan)
tertentu dalam lingkungan. Teori-teori yang dikembangkan oleh
kelompok behaviorime terutama banyak dihasilkan melalui berbagai
eksperimen terhadap binatang, yang kemudian diterapkan untuk manusia
untuk kepentingan konseling. Karakteristik konseling Behavioral
adalah:
- Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik.
- Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
- Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah konseli.
- Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Konseling behavioral
mengasumsikan tentang perilaku bermasalah, sebagai berikut:
- Perilaku bermasalah adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
- Perilaku yang salah hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
- Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon perilaku negative dari lingkungannya. Perilaku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
- Seluruh perilaku manusia didapat dengan cara belajar dan juga perilaku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Tujuan utama
konseling Behavioral adalah berusaha menghapus/menghilangkan perilaku
maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan perilaku baru yaitu
perilaku adaptif yang diinginkan konseli. Oleh karena itu, tujuan
yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik:
diinginkan oleh konseli; konselor mampu dan bersedia membantu
mencapai tujuan tersebut; konseli dapat mencapai tujuan tersebut; dan
dirumuskan secara spesifik. Konselor dan konseli bersama-sama
(bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
Proses konseling
adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar
tersebut. Dalam hal ini, konselor aktif:
- Merumuskan maslah yang dialami konseli dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atau tidak.
- Memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khusunya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling.
- Mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
- Konseling Humanistik
Konseling Humanistik
berakar dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad
pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti:
Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah
asosiasi professional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang
berbagai keunikan manusia, seperti tentang self
(diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas,
hakikat, individualitas dan sejenisnya. Humanistik sangat
memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan
lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan
individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dalam hal ini, James
Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
humanistik, yaitu:
- Keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen;
- Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya;
- Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain;
- Menusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya, dan
- Manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
- Konseling Rational Emotif Behavior
Albert Ellis adalah
peletak dasar konseling rasional emotif behavior atau lebih tepatnya
disebut Rational
Emotive Behavioral Therapy
(REBT). Adalah klinisi yang memulai mengembangkan teorinya sejak
1955. Dia menyusun REBT berdasarkan hasil pengamatannya bahwa banyak
anak yang tidak mencapai kemajuan karena dia tidak memiliki pemahaman
yang tepat dalam hubungannya dengan peristiwa-peristiwa yang dialami.
Ellis berpandangan
bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
Dia termasuk ahli terapi yang berseberangan dengan penganut
humanistik.
Untuk memahami
dinamika kepribadian dalam pandangan REBT, perlu memahami
konsep-konsep dasar yang dikemukakan Ellis. Menurut Ellis (1994) ada
tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu antecedent
event (A),
belief
(B), dan emotional
consequence
(C), yang kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.
Antecedent event
(A)
merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku,
atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi
siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan dapat merupakan
antecedent
event
bagi seseorang. Prinsipnya segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu adalah antecedent
event.
Belief
(B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri
individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief
atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrational
belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem
keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu
produktif. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan
keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional
consequence
(C), merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecedent
event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi
disebabkan oleh beberapa variabel antara dalam bentuk keyakinan (B)
baik yang rasional (rB) atau yang tidak rasional (iB).
Manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan berperilaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
berperilaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi,
interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang
berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional
diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang
tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak
logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat
menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negative
serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional
dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional.
- Konseling Realitas
William Glasser
adalah psikiater yang mengembangkan konseling realitas (reality
therapy) pada 1950-an. Pengembangan konseling realitas ini karena
merasa tidak puas dengan praktik psikiatri yang ada dan dia
mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada
Freudian, karena hasilnya terasa tidak memuaskan (Colvin, 1980).
Teori yang
dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas di
kalangan konselor, baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam
berbagai bidang, misalnya sekolah lembaga kesehatan mental maupun
petugas-petugas sosial lain. Banyak hal yang positif dari teori
konseling realitas ini, misalnya mudah dimengerti, nonteknis,
didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu, sumber daya
dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.
Konseling realitas
merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif
sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat
dilakukan konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina
kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara
member tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan. Konseling
realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima
bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
mampu menghaadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun. Konseling
realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan
tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang
paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh
kesuksesan pada masa yang akan datang.
Glasser berpandangan
bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi
kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah
sama dengan pandangan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis
manusia menurut Glasser yang mendasar ada dua macam yaitu: (1)
kebutuhan dicintai dan mencintai, dan (2) kebutuhan akan penghargaan
(George dan Cristiani, 1990). Kedua kebutuhan psikologis itu dapat
digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut
kebutuhan identitas (identity).
Hakekat
manusia menurut William Glasser adalah:
- Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh kehidupannya, sehingga menyebabkan dia memiliki keunikan dalam kepribadiannya.
- Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual. Karenanya dia dapat menjadi seorang individu yang sukses.
- Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan konseling realitas berusaha membangun anggapan bahwa setiap orang akhirnya menentukan nasibnya sendiri.
Konseling
realitas memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Menolak adanya konsep sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah perilaku tidak bertanggung jawab tetapi masih dalam taraf mental yang sehat.
- Berfokus pada perilaku nyata guna mencapai tujuan yang akan datang dengan penuh optimisme.
- Berorientasi pada keadaan yang akan datang dengan focus pada perilaku sekarang yang mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis, dan ditafsirkan. Perilaku masa lampau tidak bisa diubah, tetapi diterima apa adanya sebagai pengalaman yang berharga.
- Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan. Konselor dalam memberikan pertolongan mencarikan alternative-alternatif yang dapat diwujudkan dalam perilaku nyata dari berbagai problema yang dihadapi oleh konseli.
- Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam perilaku tentang apa yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli. Tanggung jawab dan perilaku nyata yang harus diwujudkan konseli adalah sesuatu yang bernilai dan bermakna dan disadarinya.
- Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan, tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan dalam perilaku nyata.
- Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang lain melalui perwujudan perilaku nyata.
Tujuan
utama konseling realitas adalah:
- Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
- Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
- Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realitik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
- Konseling ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
- Konseling Gestalt
Pendekatan konseling
ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata
merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati,
jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi
semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke arah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan perilakunya. Setiap individu
memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia
menurut pendekatan konseling ini adalah:
- tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya;
- merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu;
- actor bukan reactor;
- berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya;
- dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab;
- mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya
dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini memandang bahwa
tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah
pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan
kehidupan manusia adalah masa sekarang. Dalam pendekatan ini,
kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan
kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan mejadi
terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan
gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished
business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkap
seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,
kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meski pun tidak bisa
diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan
ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak
terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan –perasaan itu tetap
tinggal pada latar belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan
cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya
sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan
sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
- Konseling Traumatik
Konseling traumatik
adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma
melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri
sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk
mengatasinya sebaik mungkin.
Muro dan Kottman
(1995) menyebutkan bahwa tujuan konseling traumatik adalah:
- Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan,
- Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma,
- Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma serta
- Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma.
Ada empat
keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam konseling
traumatik, yaitu:
- Pandangan yang realistik,
- Orientasi yang holistik,
- Fleksibiltas, dan
- Keseimbangan antara empati dan ketegasan.
Hendaknya, konselor
memiliki pandangan yang realistic terhadap peran mereka dalam
membantu orang yang mengalami trauma. Keterampilan ini berguna bagi
konselor untuk memahami kelemahan dan kelebihannya dalam membantu
orang yang mengalami trauma.
Konselor konseling
traumatik dalam bekerja harus holistik. Kondisi trauma pada diri
klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya. Dalam
konseling traumatik, konselor harus menerima berbagai baantuan dari
berbagai pihak demi kesembuhan klien. Kadang-kadang klien lebih tepat
dirujuk pada psikiatri untuk disembuhkan dengan pendekatan medis.
Mungkin juga klien lebih tepat dirujuk pada ulama atau pendeta untuk
memenuhi kebutuhan aspek spiritualnya.
Dengan memperhatikan
kondisi klien secara holistik, konselor dituntut untuk dapat bekerja
sama dengan berbagai ahli yang ada di masyarakat untuk membantu
kesembuhan klien.
Konseling traumatik
memerlukan fleksibilitas. Karena keterbatasan-keterbatasan yang ada,
konseling traumatik mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya.
Karena keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan
lebih tepat. Karena keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi
perubahan waktu dalam konseling. Kemungkinan konseling di rumah klien
terjadi daripada di kantor konselor. Perpanjangan waktu dalam setiap
sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan keluarga dalam sesi
konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan sugesti pada
klien juga bisa terjadi.
Dalam konseling
traumatik, konselor tidak banyak waktu untk melakukan konfrontasi,
berlama-lama, nondirektif, interpretasi perilaku dan mimpi, serta
tidak terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi ataupun center
transferensi
antara klien dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk
bertindak cepat menangani klien.
Konseling traumatik
membutuhkan keseimbangan yang kuat antara empati dan ketegasan.
Konselor harus mampu melihat kapan dia harus empati dan kapan dia
harus tegas dalam mengarahkan klien untuk kesembuhan klien. Jika
konselor terlalu hanyut dengan perasaan klien, mmaka konselor akan
mengalami kesulitan dalam membantu klien. Begitu juga jika konselor
tidak tepat waktunya dalam memberikan arahan yang tegas pada klien
maka konseling akan lebih efektif.
Empati ialah
kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa
dan berpikir bersama klien. Empati ada dua macam, yaitu empati primer
dan empati tingkat tinggi. Empati primer adalah suatu bentuk yang
hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien.
Tujuannya agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka pada konselor.
Adapun empati tingkat tinggi adalah keikutsertaan konselor dalam
merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan kliennya.
Adapun ketegasan
untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk mengatakan
kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain
mengarahkannya agar klien melakukan sesuatu.
Dilihat dari tujuan,
konseling traumatik lebih menekankan pada pulihnya kembali klien pada
keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan yang baru.
Proses konseling
traumatik terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik.
Proses konseling traumatik adalah peristiwa yang tengah berlangsung
dan member makna bagi klien yang mengalami trauma dan member makna
pula bagi konselor yang membantu mengatasi trauma kliennya.
- Terapi Kognitif-Behavioral (Cognitive-Behavioral Therapy)
Terapi
Kognitif-Behavioral (TKB) atau Cognitive-Behavioral
Therapy
(CBT) merupakan salah satu bentuk konseling yang bertujuan membantu
konseli agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang
memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara
memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu.
Pendekatan kognitif
berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan atau
bentuk pembicaraan diri (self
talk)
terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit
untuk dapat menentukan tujuan hidup saya). Selain itu, terapi juga
memfokuskan pada upaya membelajarkan konseli agar dapat memiliki cara
berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan dan
tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang
sedang dialaminya.
Dengan kata lain,
konseling kognitif memfokuskan pada kegiatan mengelola dan memonitor
pola piker konseli sehingga dapat mengurangi pikiran negatiff dan
mengubah isi pikiran agar dapat diperoleh emosi yang lebih positif.
Sedangkan konseling Behavioral memfokuskan pada kegiatan (tindakan)
yang dilakukan konseli, menentukan bentuk imbalan (rewards)
yang dapat mendorong konseli untuk melakukan tindakan tertentu,
pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan, guna mencegah konseli
melakukan tindakan yang tidak dikehendaki.
- Konseling Karier
Proses psikologis
yang digunakan oleh seorang professional (konselor) yang membantu
seorang individu (klien) yang relative normal dalam menjelajahi,
memahami dan menerima dirinya agar dia dapat membuat keputusan dan
pilihan yang rasional, dan berbuat atas dasar pilihan tersebut yang
menyangkut seluruh gaya hidupnya dalam kaitannya dengan
lingkungannya.
Dalam konseling
karier seperti konseling pada umumnya, konselor harus mampu
mengidentifikasi dan merespon secara tepat terhadap sikap, tingkah
laku pikiran, perasaan yang dinyatakan klien. Lalu konselor membantu
klien dalam mendapatkan, memproses, menerapkan informasi diri dari
informasi dunia kerja yang diperlukan untuk membantu pengambilan
perencanaan itu.
- Self expression rapport
- Self understanding and self exploration
- Decision making
- Development a goal plan of action to implementation of the decision
- Floow-up plan of action (career counseling)
- Konseling Direktif
Aliran konseling
yang dipelopori E.G. Williamson, yang disebut juga clinical
counseling.
Pendekatan ini berakar dari aliran behaviorisme. Tujuan konseling di
sini dititikberatkan secara spesifik pada perubahan tingkah laku yang
dapat diamati. Oleh karena itu, teknik direktif ini merupakan
konseling tingkah laku (behavior counseling) yang terarah.
Konselor memberikan
arah bantuan kepada perubahan tingkah laku, konselor lebih aktif
daripada klien dalam proses pemecahan masalah. Konselor yang
menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan klien, sedangkan
klien hanya menjalankan proses belajar yang diarahkan oleh konselor.
- Konseling Non-Direktif
Di dalam pendekatan
ini konselor berkonsentrasi untuk menunjukkan empati dengan klien,
tidak member interpretasi sebelumnya terhadap problem klien, tidak
memberikan nasehat langsung, tidak membimbing apa yang klien
kemukakan, tidak memberikan penilaian apa yang dikatakan klien.
Fokusnya adalah untuk memberi bantuan kepada klien untuk menjernihkan
atau memperjelas pikirannya sehingga mereka dapat mengatasi
problemnya.
- Konseling Ekletik
Teori ini merupakan
pendekatan gabungan atau campuran antara non-direktif dan direktif.
Pemilihan teknik konseling yang digunakan oleh konselor dalam proses
konseling yang akan dipengaruhi oleh keyakinan dan gaya kepribadian
yang paling cocok dengan pendekatan atau teknik tertentu. Pendekatan
ekletik ini menggunakan teori belajar, teori pengembangan karier,
sosiologi, ekonomi, dan teori membuat keputusan, tugas-tugas
perkembangan untuk mencapai tujuan.
Mengingat keunikan,
keragaman dan kompleksitas masalah yang dihadapi setiap konseli, maka
dalam praktiknya upaya pemecahan masalah konseli seringkali tidak
bisa diselesaikan melalui satu pendekatan tertentu secara eksklusif.
Oleh karena itu, konselor dapat memilih dan mengkombinasikan berbagai
pendekatan yang ada untuk diterapkan dalam membantu menyelesaikan
masalah konseli. Pendekatan konseling semacam ini dikenal dengan
sebutan konseling ekletik.
Pendekatan konseling
ekletik berarti konseling yang didasarkan pada berbagai konsep dan
tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Ekletikisme
berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep,
prosedur dan teknik. Karena itu ekletikisme “dengan sengaja”
mempelajari berbagai teori dan menerapkannya sesuai dengan keadaan
diri klien.
Konseling ekletik
dapat pula disebut dengan pendekatan konseling integrative.
Perkembangan pendekatan ini sudah dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu
ketika F.C.Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan mengumpulkan dan
mengevaluasi semua metode konseling yang ada (Gilliland dkk, 1984).
Konseling ekletik
pertama kali digagas oleh Frederick Thorne dlam bukunya yang berjudul
Principles
of Personality Counseling
(1950). Thorne menganalisis sumbangan-sumbangan pikiran dari berbagai
aliran dalam Psikologi Konseling dan mencoba mengintegrasikan
unsur-unsur positif dari masing-masing aliran dalam suatu sistematika
baru dan terpadu, baik dalam segi teoritis maupun praktis.
Ahli-ahli ekletik
lainnya adalah Brammer dan Shostrom (1982) sejak 1960 yang
mengembangkan model konseling yang dinamakan “actualization
counseling”,
dan telah membawa konseling ke dalam kerangka kerja yang lebih luas,
yang tidak terbatas pada satu pendekatan tetapi mengupayakan
pendekatan yang intergratif dari berbagai pendekatan.
Pada akhir 1960-an
hingga 1977, R.Carkhuff juga telah mengembangkan konseling ekletik,
dengan cara melakukan testing dan riset secara komprehensif,
sistematik, dan terintegratif. Ahli lain yang turut membantu
pengembangan konseling ekletik di antaranya G.Egan (1975) dengan
istilah systemic
helping,
Prochaska (1984) dengan nama integrative
ecletic.
Konseling ekletik
sebagaimana dikembangkan Thorne dianggap sesuai untuk diterapkan
terhadap orang-orang yang tergolong normal, yaitu tidak menunjukkan
gejala-gejala kelainan dalam kepribadiannya atau gangguan kesehatan
mental yang berat.
Dalam konseling
ekletik, peran konselor, tahapan dan teknik konseling yang diterapkan
menjadi sangat fleksibel. Konselor bisa bertindak sebagai
psikoanalisis, mitra konseli, pelatih, motivator, dan peran-peran
lainnya, tergantung pada kombinasi pendekatan yang dipilihnya.
Demikian juga dalam tahapan dan teknik yang digunakan dalam
konseling. Dalam hal ini, selain diperlukan kejelian dalam memilih
dan mengkombinasikan pendekatan dan teknik yang dianggap paling
tepat, dan konselor itu sendiri memiliki kemampuan untuk
mengoperasikan teknik-teknik dari pendekatan yang dipilihnya.
Meski tidak memiliki
akar teori tertentu, teknik konseling ekletik ini telah diakui
sebagai salah satu teknik dalam konseling dan mungkin termasuk salah
satu teknik yang paling sering digunakan oleh para konselor di
lapangan.
Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa ekletik berusaha mempelajari berbagai teori
dan menerapkannya sesuai dengan keadaan klien. Berangkat dari cara
pandang ekletik yang demikian, Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan
bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu
formalism atau puritisme, sinkretisme, dan ekletikisme; yaitu:
- Formalisme atau Puritisme
Penganut
formalism ini akan “menerima atau tidak sama sekali” sebuah
teori. Dia setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka
teoretiknya secara bulat tanpa ada kritik sedikit pun. Teori yang
tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya. Dengan demikian
penganut formalisme akan menerima apa adanya tanpa kritik.
- Sinkretisme
Pandangan
ini beranggapan bahwa setiap teori adalah baik, efektif, dan positif.
Kalangan sinkretisme akan menerapkan teori-teori yang dipelajari,
tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu
dikembangkan. Dihubung-hubungkan teori-teori itu tanpa ada system
yang jelas dan teratur. Penganut sinkretisme akan mencampur aduk
teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
- Eklektikisme
Penganut
pandangan eklektik akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada.
Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu
teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan situasinya.
Konselor menyeleksi teori-teori yang ada dan membawa ke dalam
kerangka kerja prinsip-prinsip teoritik dan prosedur praktis.
- Konferensi Kasus
Konfrensi kasus
merupakan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas
permasalahan konseli. Dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen
bagi teratasinya permasalahan konseli. Memang, tidak semua masalah
yang dihadapi konseli harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk
masalah-masalah yang tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak
lain tampaknya konferensi kasus sangat penting untuk dilaksanakan.
Melalui konferensi
kasus, proses penyelesaian masalah konseli dilakukan tidak hanya
mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan
secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap
kompeten dan memiliki kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi
konseli.
Kendati demikian,
pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Artinya,
tidak semua pihak bisa disertakan dalm konferensi kasus, hanya mereka
yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan langsung dengan
permasalahan konseli yang boleh dilibatkan dalam konferensi kasus.
Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus
bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta
konferensi.
Konferensi kasus
bukanlah sejenis “siding pengadilan” yang akan menentukan hukuman
bagi konseli. Misalkan, konferensi kasus untuk membahas kasus narkoba
yang dialami siswa tertentu. Keputusan yang diambil dalam konferensi
bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang
ujung-ujungnya siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan
tetapi konferensi kasus harus bisa menghasilkan keputusan bagaimana
cara terbaik, agar siswa tersebut bisa sembuh dari ketergantungan
narkoba.
Secara umum, tujuan
dilaksanakan kegiatan konferensi kasus yaitu untuk mengusahakan cara
yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami konseli, sedangkan
secara khusus konferensi kasus bertujuan:
- Mendapatkan konsistensi, kalau konselor ternyata menemukan berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check data).
- Mendapatkan consensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri konseli guna memudahkan pengambilan keputusan.
- Mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dan komitmen peran dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi konseli beserta upaya mengatasinya.
- Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah atau
home
visit
adalah salah satu jenis kegiatan pendukung layanan bimbingan dan
konseling yang dilakukan konselor dalam rangka mengumpulkan dan
melengkapi data atau informasi tentang konseli, dengan cara
mengunjungi rumah konseli. Seperti halnya dalam konferensi kasus,
tidak semua masalah yang dihadapi konseli harus dilaksanakan kegiatan
home
visit.
Home
visit
dilakukan jika konselor perlu melengkapi dan memvalidasi data yang
berkaitan dengan latar belakang kehidupan keluarga konseli, yang
tidak bisa terungkap melalui teknik pengumpulan data lainnya. Melalui
home
visit,
proses penyelesaian masalah konseli bisa dilakukan secara kolaboratif
dengan melibatkan peran orang tua/keluarga.
Terdapat
beberapa alasan penggunaan home
visit,
yaitu:
- Hanya sebagian kecil waktu konseli berada di sekolah dan selebihnya berada di rumah. Untuk melengkapi data tentang konseli perlu mengetahui kehidupan keluarga di mana konseli itu tinggal dan banyak melakukan kegiatan sesudah pulang sekolah.
- Tidak sedikit masalah yang timbul di sekolah, berasal dari rumah.
- Orang tua memiliki peran penting dalam membantu mengatasi masalah siswa.
Secara
umum, tujuan dilaksanakan kegiatan home
visit
adalah:
- Memperoleh data penting tentang latar belakang kehidupan konseli dan keluarganya, baik berupa data baru atau mengecek akurasi data yang telah diperoleh melalui teknik lain.
- Memahami lebih dalam lingkungan kehidupan konseli sehari-hari di rumah.
- Mendiskusikan masalah konseli bila memerlukan kerja sama dengan orang tua/wali.
- Membangun hubungan antara lembaga keluarga, sekolah dan masyarakat.
- KONSELOR
Konselor
dalam istilah bahasa Inggris disebut Counselor
atau Helper
merupakan petugas khusus yang berkualifikasi dalam bidang konseling
(counseling).
Dalam konsep counseling
for all,
di dalamnya terdapat kegiatan bimbingan (guidance).
Kata Counselor
tidak bisa dipisahkan dari kata Helping.
Counselor
menunjuk pada orangnya sedangkan helping
menunjuk pada profesinya atau bidang garapannya. Jadi konselor adalah
seorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia
sebagai tenaga professional.
Menurut
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa konselor sebagai pendidik
yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya menurut Buku Standar
Kompetensi Konselor Indonesia (2005:4), konselor adalah tenaga
professional bimbingan dan konseling (guidance
and counseling)
yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk menyelenggarakan
layanan professional bagi masyarakat. Tenaga professional ini
disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan dan konseling,
jenjang S1, S2 dan S3, termasuk pembinaan profesi di dalamnya.
Konselor
sebagai tenaga professional dalam bidang bimbingan dan konseling
(guidance
and counseling)
merupakan tenaga khusus yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri
dalam aspek kepribadian, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
- Karakteristik Kepribadian
Karakteristik
kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan
kedudukan konselor sebagai tenaga pendidik, sedangkan karakteristik
khusus berhubungan dengan kualitas pribadi yang dapat memperlancar
perannya sebagai helper
(pembimbing).
- Karakteristik Pengetahuan
Dilihat dari aspek
pengetahuan (knowledge)
konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan psikologis
(psikopedagogis).
Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi,
konseling, dan pendidikan, sehingga dapat mengembangkan dan
menerapkannya dalam pelayanan konseling kepada klien.
- Karakteristik Keterampilan
Konselor sebagai
tenaga professional memiliki keterampilan (skill)
yang memadai dalam memberikan pelayanan konseling. Keterampilan
konselor ini meliputi:
- Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada klien (helping relationship).
Dalam
hubungan konseling, konselor mampu menciptakan suasana yang hangat,
simpatik, empati, yang didukung sikap dan perilaku konselor yang
tulus dan ikhlas untuk membantu klien, jujur dan bertanggung jawab,
terbuka, toleran, dan setia.
- Keterampilan dalam menerapkan wawancara konseling. Menurut Hosking (1978:12) dan Brammer (1979) terdapat beberapa keterampilan dasar wawancara konseling yang harus dikuasai oleh konselor yaitu:
- Keterampilan penampilan,
- Keterampilan membuka percakapan,
- Keterampilan membuat paraphrasing atau paraphrase,
- Keterampilan mengidentifikasikan perasaan,
- Keterampilan merefleksi perasaan,
- Keterampilan konfrontasi,
- Keterampilan memberi informasi,
- Keterampilan memimpin,
- Keterampilan menginterprestasi, dan
- Keterampilan membuat ringkasan.
- Karakteristik Pengalaman
Di samping
karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang memadai, menjadi
konselor professional juga memerlukan pengalaman kerja dalam
menjalankan praktik konseling baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Kompetensi inti
konselor (common
comperencies)
adalah seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan bersama yang
dikuasai konselor dalam setting manapun. Setiap setting bimbingan dan
konseling (guidance
and counseling)
menghendaki kompetensi khusus yang harus dikuasai konselor untuk
dapat memberikan pelayanan dalam setting tersebut.
Kompetensi konselor
merujuk kepada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai
serta penampilan ppribadi yang bersifat membantu (helping
personal)
dan unjuk kerja professional yang akuntabel. Kompetensi konselor
dibangun dari landasan filosofis tentang hakekat manusia dan
kehidupannya sebagai makhluk Allah Yang Maha Kuasa, makhluk pribadi,
dan warga Negara yang berbasis budaya Indonesia.
Sejalan dengan
perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia dewasa ini serta
mengacu kepada Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) konselor adalah pendidik. Dalam
kapasitas sebagai pendidik, konselor berperan dan berfungsi sebagai
pendidik psikologis (psychological
educator
atau psychoeducator),
dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang
dimilikinya, ia berperan memfasilitasi perkembangan peserta didik.
Kompetensi inti
konselor Indonesia telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai
kesepakatan bersama oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
sebagai standart kompetensi konselor Indonesia (SKKI) yang terdiri
dari 7 butir kompetensi; 27 butir sub kompetensi, dan 107 butir
indicator kompetensi. Ketujuh butir kompetensi tersebut adalah
sebagai berikut:
- Menguasai konsep dan praksis pendidikan;
- Memiliki kesadaran dan komitmen etika professional;
- Menguasai konsep dan praksis assessment;
- Menguasai konsep dan praksis bimbingan dan konseling;
- Memiliki kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling; dan
- Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
Di dalam proses
konseling, semua aspek tersebut saling terkait, sehingga tidak bisa
dilepaskan satu sama lain. Seorang konselor professional akan lebih
berhasil dalam memberikaan pelayanan konseling kepada kliennya, bila
dibandingkan dengan konselor yang belum professional (konselor
pemula). Hal ini disebabkan oleh karena konselor professional
memiliki perangkat pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang
lebih luas tentang konseling, serta lebih mempunyai sifat-sifat
kepribadian yang mantap, seperti: kewibawaan, kehangatan, kestabilan
emosi, simpatik, empati, kejujuran, tanggung jawab, dan dapat
dipercaya.
Di pihak lain,
seorang klien memiliki keunikan tertentu yang berbeda dengan klien
lainnya, sehingga bila konselor tidak mampu memahami hal ini, ia
tidak akan mempu menciptakan hubungan konseling yang efektif. Seorang
konselor professional harus mampu memanfaatkan segala kondisi yang
menunjang proses konseling dan menghindari factor-faktor yang dapat
menghambat konseling. Di antara kondisi yang menunjang adalah
menciptakan keamanan dan kebebasan psikologis, ketulusan dan
kejujuran, kehangatan dan penuh penerimaan, empati, perasaan yang
menyenangkan, perasaan mencapai prestasi, memiliki harapan dan
ketenangan. Di samping itu, konselor professional juga harus mampu
menghindari perilaku yang merugikan diri seperti: berbohong, tidak
bertanggung jawab, tidak berwibawa, egois, amarah, rendah diri,
cemburu, motivasi yang rendah untuk membantu klien, yang dapat
disebabkan oleh rendahnya penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman.
Konselor
professional harus dapat memilih metode atau pendekatan-pendekatan
konseling yang tepat dan mampu menerapkannya dalam layanan konseling,
sehingga ia dapat membawa klien ke arah jalan dimana klien dapat
mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki pola piker positif (positive
thinking).
Dewasa ini
perkembangan konseling di Indonesia diarahkan pada suatu bentuk
pelayanan professional dalam lingkup sekolah, karier, industry,
keluarga, dan masyarakat luas (counseling
for all),
dimana konselor harus memahami ilmu filsafat, psikologi, sosiologi,
antropologi, dan pendidikan, agar ia dapat memberikan pelayanan
konseling secara profesiona. Jadi jelas bahwa untuk menjadi konselor
professional harus juga memahami psikologi konseling.
- KLIEN
Klien
dalam istilah bahasa Inggris disebut Client adalah individu yang
memperoleh pelayanan konseling. Dalam konseling pada setting
persekolahan, yang dimaksud klien adalah peserta didik yang
mendapatkan pelayanan konseling, sedangkan dalam konseling pada
setting di luar sekolah (counseling for all), yang dimaksud klien
adalah seorang atau sekelompok orang sebagai anggota masyarakat, yang
memperoleh pelayanan konseling.
Menurut
terminologi konvensional, dimana konseling dipandang sebagai
jantungnya pelayanan bimbingan yang bersifat penyembuhan (curative),
klien didefinisikan sebagai seseorang atau sekelompok orang individu
yang mengalami masalah, sehingga mereka membutuhkan bantuan konseling
agar dapat menghadapi, memahami, dan memecahkan masalahnya.
Dalam
terminologi modern siapa saja yang memperoleh pelayanan konseling
disebut klien. Klien tersebut bisa berstatus sebagai peserta didik,
pegawai perusahaan atau lembaga pemerintah ataupun swasta, ibu rumah
tangga, ayah, pemuda/remaja, orang dewasa, dan lansia (lanjut usia).
Mereka secara sadar membutuhkan pelayanan konseling.
Klien
adalah individu yang memiliki keunikan tertentu. Keunikan tersebut
mencakup: keunikan kebutuhan, keunikan kepribadian, keunikan
intelegensi, keunikan bakat, keunikan motif dan motivasi, keunikan
minat, keunikan perhatian, keunikan sikap, dan keunikan kebiasaan,
yang secara khas mempengaruhi perilakunya.
Pada
dasarnya setiap individu menghadapi permasalahan dalam hidupnya dalam
jenis dan intensitas yang berbeda. Di antara masalah individu
tersebut, beberapa masalah bisa dipecahkan sendiri tanpa intervensi
konselor, sedangkan masalah lainnya masih belum bisa diselesaikan
sehingga mereka membutuhkan bantuan konselor. Pada umumnya masalah
emosi klien yang cara penyelesaiannya membutuhkan bantuan konseling
adalah: (1) masalah kecewa, (2) masalah frustasi, (3) masalah
kecemasan, (4) masalah stress, (5) masalah depresi, (6) masalah
konflik, dan (7) masalah ketergantungan. Di antara keenam masalah ini
dapat dialami klien secara bersamaan, misalnya di samping klien
mengalami masalah kecewa, ia juga menderita masalah frustasi,
kecemasan, begitu juga masalah yang lain.
Jika
dilihat dari pihak orang yang akan dibantu, proses konseling ini
membatasi beberapa hal (Winkell, 1991:67), yaitu:
- Orang harus sudah mencapai umur tertentu sehingga bisa sadar dengan tugas-tugasnya. Kesadaran itu dapat terwujud dalam hal mengetahui secara reflektif. Tanpa kesadaran, pelayanan tidak akan tercapai.
- Orang harus bisa menggunakan pikiran dan kemauan sendiri sebagai manusia yang berkehendak bebas serta harus bebas dari keterikatan yang keterlaluan pada perasaan-perasaannya sendiri sehingga tidak terbawa pada perasaan-perasaannya sendiri.
- Orang harus rela memanfaatkan pelayanan bimbingan dalam proses konseling. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan tidak dapat dipaksakan. Oleh karena itu, seseorang harus yakin bahwa ia sudah mampu untuk mengatur kehidupannya sendiri.
- Harus ada kebutuhan objektif untuk menerima pelayanan bimbingan. Subyek harus menyadari bahwa ia harus menghadapi masalah dan mendapatkan pelayanan bimbingan sepenuhnya.
- PSIKOLOGI KONSELING
Brammer
dan Shostrom (1982:10) mendefinisikan psikologi konseling is a
synthesis of many related trends found in the guidance, mental
hygiene, psychometrics, social casework, and psychotherapy movement.
Psikologi konseling adalah sintesis dari berbagai kecenderungan yang
berkaitan dalam gerakan bimbingan, kesehatan mental, psikometri,
kasus-kasus sosial, dan psikoterapi. Sintesis adalah paduan berbagai
hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1990:845).
Dilihat
dari proses konseling (counseling
process),
psikologi konseling adalah cabang kekhususan dari psikologi yang
mengkaji berbagai aspek yang terlibat dalam proses konseling.
Aspek-aspek itu meliputi karakteristik, konseling, konselor, klien
dan masalahnya, berbagai kondisi yang menunjang dan menghambat
konseling, serta metode atau pendekatan-pendekatan dalam konseling.
Psikologi
konseling sebagai ilmu pengetahuan (scientific) secara umum bertujuan
untuk mengembangkan penggunaan teori-teori psikologi dalam layanan
konseling kepada klien. Teori-teori psikologi tersebut di antaranya
adalah teori psikologi Freudian, teori psikologi Behavioristik, dan
teori psikologi Humanistik.
Secara
khusus, tujuan psikologi konseling adalah untuk melakukan pengkajian
secara sistematis, logis, dan obyektif terhadap variabel-variabel
konseling. Variabel-variabel konseling ini, di antaranya adalah
sebagai berikut:
- Hakikat, tujuan, prinsip-prinsip, dan asas-asas konseling.
- Karakteristik dan kompetensi konselor professional.
- Karakteristik klien dan masalah-masalahnya.
- Pengembangan kondisi psikologis yang menunjang berlangsungnya proses konseling.
- Upaya mengatasi hambatan-hambatan dalam proses konseling.
- Pengkajian dan pengembangan teori-teori psikologi untuk diterapkan ke dalam pelayanan konseling.
- Pengkajian dan pengembangan teknologi dalam konseling.
Seperti
pada ilmu-ilmu lain, psikologi konseling juga memiliki bidang kaji
tertentu, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Hakikat, tujuan, prinsip-prinsip, dan asas-asas konseling.
- Karakteristik dan kompetensi konselor professional.
- Karakteristik klien dan masalah-masalahnya.
- Kondisi psikologis yang menunjang berlangsungnya proses konseling.
- Hambatan-hambatan dalam proses konseling.
- Teori-teori psikologi untuk diterapkan ke dalam pelayanan konseling.
- Penggunaan teknologi dalam konseling.
Ketujuh
bidang tersebut merupakan aspek yang saling berkaitan dalam proses
konseling. Artinya kekurangpahaman konselor pada salah satu atau
beberapa bidang kaji konseling, dapat menghambat proses konseling,
dan sebaliknya bila konselor menguasainya, maka konseling yang
dibinanya dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
Psikologi
konseling sebagai ilmu pengetahuan (scientific)
memiliki hubungan erat dengan sosiologi dan antropologi. Pada
hakekatnya manusia adalah makhluk social yang ditandai adanya
hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya. Hubungan antar
manusia merupakan kebutuhan manusia bersama, sehingga tidak ada satu
pun manusia yang sanggup hidup sendiri. Manusia, dimanapun berada
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya.
Pengembangan
psikologi konseling secara ilmiah mencakup aktivitas yang dilakukan
secara sistematis tanpa prasangka dan menyusun deskripsi yang cermat
dan obyektif, sehingga orang mampu memberikan jawaban yang terpercaya
dan tepat terhadap tantangan masalah-masalah teoritis dan praktis.
Dilihat
dari waktu pelaksanaannya, metode pengembangan psikologi konseling
dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu metode longitudinal
dan metode cross-sectional.
- Metode Longitudinal
Metode longitudinal
merupakan metode pengembangan yang dilakukan dalam kurun waktu
relatif lama untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan. Aktivitas
pengembangan dilakukan hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun
demi tahun. Karena itu bisa dilihat dari aspek perjalanan
pengembangan, metode ini digunakan untuk mengembangkan psikologi
konseling secara vertikal (kedalaman).
Contoh:
konselor hendak mengembangkan penerapan teori-teori konseling
tertentu seperti teori gestalt, cognitive
behavioral therapy,
interaksional, atau transaksional untuk membantu klien yang menderita
depresi. Untuk dapat mengembangkan penerapan teori tersebut, konselor
harus melakukan rangkaian kegiatan konseling kepada seorang klien
yang membutuhkan waktu cukup lama.
- Metode Cross-sectional
Berbeda dengan
metode longitudinal,
metode cross-sectional
merupakan metode pengembangan yang tidak membutuhkan waktu terlalu
lama, dengan kata lain hanya menggunakan waktu yang relatif singkat
dapat diperoleh data-data yang banyak dengan menggunakan sampel lebih
dari satu klien. Jadi metode ini digunakan untuk mengembangkan
psikologi konseling secara horizontal.
Desain
pengembangannya bisa eksperimen dan noneksperimen. Bila digunakan
desain eksperimen, peneliti harus melakukan treatment
(pemberian perlakuan), misalnya treatmentnya berupa penerapan teori
konseling cognitive
behavioral therapy
atau teori lain seperti gestalt,
trait and factor
untuk membantu klien yang menderita kecemasan dengan mengendalikan
variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi hasil treatment
tersebut.
Bila digunakan
desain noneksperimen, peneliti tidak memberikan treatment
atau pemberian perlakuan, tetapi ia cukup mengumpulkan data-data
secara teliti dari beberapa klien dengan menggunakan metode-metode
tertentu dan hasilnya dianalisis serta diinterpretasi secara
obyektif. Metode yang dapat digunakan antara lain metode instropeksi,
ekstrospeksi, kuesioner, interviu, dokumentasi, sosiometri, biografi,
kelompok, dan testing.
- TEORI PSIKOLOGI DALAM KONSELING
Berikut
teori-teori psikologi dalam konseling yaitu teori Psikoanalisis,
teori Behavioristik, dan teori Humanistik.
- Teori Psikoanalisis
Psikologi Freudian
atau lebih dikenal dengan Psikoanalisis diperkenalkan oleh Sigismund
(Sigmund) Schlomo Freud (1856-1939). Freud merupakan tokoh paling
berpengaruh terhadap perkembangan psikologi ilmiah.
Istilah
psikoanalisis mempunyai tiga arti penting yaitu (a) teori tentang
kepribadian dan psikopatologi, (b) metode terapi untuk gangguan
kepribadian, dan (c) teknik untuk menginvestigasi pemikiran dan
perasaan individu yang tidak disadari (Ziegler & Hjelle,
1994:86).
- Pandangan tentang manusia
Freud memandang
manusia secara deterministik. Hal ini mengartikan bahwa manusia
sangat ditentukan (disetir) oleh tekanan-tekanan irasional, motivasi
yang tidak disadari, dorongan biologis, dorongan naluri serta
kejadian psikoseksual pada usia enam tahun pertama dalam kehidupan
(Corey, 1986:12).
Dalam teori Freud,
jiwa manusia diibaratkan seperti gunung es (iceberg) yang mengambang
di lautan luas. Hal ini tampak (yang mengambang) merupakan kesadaran
manusia, sedangkan yang terbenam di bawah laut adalah ketidaksadaran
manusia. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia hanya
mengerti sedikit tentang kesadarannya, sedangkan hal yang tidak
disadarinya jauh lebih besar.
Teori freud
menunjukkan suatu system kepribadian manusia yang terdiri dari id,
ego, dan super ego. Kinerja system ini tidak dapat dipisah-pisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka selaras dalam diri
manusia yang disebut proses.
- Manusia Sehat / Tidak Sehat
- Manusia sehat
Freud
menyatakan bahwa pribadi orang sehat adalah mereka yang dapat
mengadakan integrasi
antara id dan ego.
Dalam hal ini fungsi ego dapat berjalan sebagaimana mestinya dan
tidak dikuasai oleh id.
- Manusia tidak sehat
Orang
yang tidak sehat adalah mereka yang mempunyai mekanisme pertahanan
diri (defence mechanism). Perlu diketahui bahwa mekanisme pertahanan
diri yang dimiliki oleh manusia merupakan sesuatu yang tidak disadari
dan merupakan rasa bersalah atau penghukuman diri (Arlow &
Brenner dalam Hansen, 2000). Adapun jenis pertahanan diri antara lain
adalah sebagai berikut:
- Formasi reaksi
Merupakan
tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika
perasaan yang ada dapat menimbulkan suatu ancaman, maka individu akan
menampakkan perilaku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan yang
bisa menimbulkan ancaman tersebut.
- Identifikasi
Individu
bertindak atau menanggapi suatu sirkumtansi
yang diprakirakan atau dianggap seakan-akan sama dengan yang pernah
dialaminya, atau seseorang menyamakan dirinya dengan orang lain,
kelompok lain atau nilai-nilai tertentu. Identifikasi ini sering
muncul pada orang-orang yang memiliki kelemahan dalam konsep diri
atau mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan kelompok
tertentu atau disebabkan oleh kesulitan mereka dalam menerima diri
sendiri (George & Cristiani, 1990:43).
Sebagai
contoh, seseorang tidak bisa menerima dirinya bahwa dia tidak dapat
bermain bola dengan baik, maka dia akan mengatakan bahwa dia adalah
anggota dari suatu klub sepak bola terkenal. Pernyataan tersebut
sebenarnya adalah untuk menyatakan statusnya.
- Introjeksi
Seorang
individu menempatkan keinginan-keinginannya terhadap obyek atau
individu, seakan-akan benda atau individu tersebut adalah miliknya
tanpa memperhatikan apakah benda atau individu tersebut ada atau
tidak.
- Kompensasi
Seorang
individu melakukan suatu tindakan tertentu (biasanya negative) karena
apa yang dia inginkan tidak bisa didapatkannya. Sebagai contoh,
seorang anak yang tidak pernah mendapatkan perhatian positif dari
gurunya, maka dia akan mengembangkan suatu perilaku yang negative.
- Penyangkalan
Perlawanan
terhadap kecemasan dengan cara ‘menutup mata” terhadap kejadian
yang ada. Misalnya, seorang individu takut terhadap kematian orang
tuanya, maka dia menyangkal bahwa orang tuanya telah mati.
Penyangkalan ini muncul karena individu tidak bisa menerima kenyataan
yang ada.
Hjelle
dan Ziegler (1994:107) menyatakan bahwa salah satu ungkapan yang
dinyatakan oleh orang-orang ini adalah ‘ini tidak dapat terjadi
pada diri saya”. Mekanisme pertahanan diri ini dapat ditemui pada
anak-anak dan orang dewasa yang tidak matang.
- Proyeksi
Mengalihkan
sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang
lain atau lingkungan (Hjelle & Ziegler, 1994:104), dengan
demikian, seorang individu dapat menjelekkan atau mengutuk orang lain
karena dia yang melakukan tindak kejahatan tertentu.
Sebagai
contoh, siswa SMA gagal dalam ujian akhir. Maka dia akan mengatakan
bahwa soal-soal ujian yang diberikan sudah bocor atau panitia ujian
tidak fair.
- Rasionalisasi
Individu
membuat alasan-alasan yang menurutnya dapat “diterima” oleh akal
sehat. Dia membuat suatu pemalsuan diri, sehingga kenyataan
sebenarnya yang pahit tidak terlalu menyakitkan egonya.
Sebagai
contoh, siswa yang gagal masuk ujian menjadi akuntan, maka
selanjutnya dia akan menyatakan dirinya bahwa dia tidak akan menjadi
akuntan.
- Represi
Suatu
tindakan pencegahan terhadap pemikiran atau perasaan yang tidak
menyenangkan. Perasaan atau pemikiran yang tidak menyenangkan ini
ditekan (repressed) ke dalam alam bawah sadar. Freud (dalam Hjelle
dan Ziegler, 1994:104) sering menyebutnya dengan “motivated
forgetting”.
- Regresi
Merupakan
salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri dimana seseorang yang
mengalami kecemasan atau ketakutan (id terancam) akan memunculkan
perilaku-perilaku yang lazim dilakukan anak kecil seperti menangis,
merusak barang, berbicara seperti anak kecil, memberontak, melawan
kekuasaan, ngebut dan mengendarai kendaraan secara serampangan
(Hjelle & Ziegler Hjelle & Ziegler, 1994:106).
- Tujuan Konseling
Tujuan konseling
terapi psikoanalisis adalah mengembalikan fungsi ego agar dapat lebih
kuat (Cottone, 1992:104) atau membuat hal-hal yang tidak disadari
oleh klien menjadi hal yang disadari sepenuhnya. Proses terapeutik
difokuskan pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman
masa lalu direkonstruksi kembali, dianalisis dan ditafsirkan.
Dengan demikian
klien diajak untuk bisa menyadari apa yang telah dilakukan dulu dan
merasakannya, dengan kata lain, perasaan dan ingatan yang berkaitan
dengan pemahaman diri menajdi hal yang lebih penting.
- Teknik Konseling
Beberapa teknik yang
digunakan dalam terapi psikoanalisis adalah sebagai berikut:
- Penafsiran
Penafsiran
merupakan suatu prosedur dasar yang dipergunakan untuk mengadakan
analisis terhadap teknik asosiasi bebas, mimpi-mimpi,
hambatan-hambatan dan tranferensi. Dalam penafsiran ini, terapis
mencoba untuk menerangkan tentang suatu kejadian atau tingkah laku
yang diwujudkan ke dalam mimpi, hambatan-hambatan dan yang ditujukan
kepada terapis itu sendiri (transferensi).
- Analisis mimpi
Teknik
ini dilaksanakan dengan cara membuat klien tidur dan bermimpi. Teknik
ini merupakan suatu prosedur yang penting untuk menyingkap hal-hal
yang berada di alam bawah sadar klien. Selama proses tidur,
pertahanan diri klien biasanya mulai lemah dan perasaan-perasaan yang
telah lama ditekan akan dapat muncul dengan sendirinya. Hal ini
dikarenakan Freud meyakini bahwa mimpi merupakan refleksi konflik
dari tekanan-tekanan dalam kepribadian manusia (Corey, dalam Koswara,
1988; Cottone, 1992).
- Asosiasi bebas
Teknik
asosiasi bebas dilakukan karena ada alasan bahwa seringkali terjadi
kegagalan pada saat terapis berusaha untuk menghipnotis klien. Teknik
ini merupakan teknik utama dalam pendekatan psikoanalisis. Dalam
proses ini, pertama kali yang dilakukan oleh terapis adalah meminta
klien untuk rileks atau duduk di kursi. Klien diminta untuk
mengkosongkan pikirannya dari kegiatan sehari-hari. Kemudian klien
diminta untuk mengungkapkan apa saja yang lewat di benaknya pada saat
itu juga. Apapun yang direspons dalam pikirannya itu harus dikatakan,
walaupun apa yang dikatakannya itu menyakitkan tidak logis, remeh dan
lain sebagainya (Hjelle & Ziegler, 1994).
Melalui
asosiasi bebas, klien dapat memanggil pengalaman-pengalaman masa lalu
dan bisa melepaskan emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik.
Dengan demikian, asosiasi bebas dapat menjadi katarsis bagi klien,
walau katarsis ini bersifat sementara, tetapi jika klien merasa
“nyaman” maka secara tidak langsung akan mempermudah jalannya
terapi.
- Teori Behavioristik
Aliran ini pada
awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958). Pada dasarnya,
aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua perilaku manusia yang
pada akhirnya memunculkan paradigm bahwa semua perilaku manusia hanya
dapat diamati, sehingga dapat dilakukan penilaian secara obyektif.
Tokoh aliran
behavioristik sangat banyak, diantaranya adalah Edward Thorndike,
Clark Hull, John Dolard, Bandura, Kazdin, Pavlov, Neal Miller, dan BF
Skinner. Hanya saja, sampai saat ini banyak karya Skinner yang masih
dipergunakan untuk membantu klien melalui proses terapi konseling.
- Operant Conditioning
Teori Operant
Conditioning diperkenalkan oleh BF Skinner. Skinner dalam Cottone
(1992:159) menyatakan bahwa kondisi-kondisi tertentu seringkali
mengontrol seseorang untuk berperilaku, hal ini terjadi baik di
rumah, di sekolah, di rumah sakit bahkan di penjara sekalipun.
Seorang terapis akan mengubah perilaku klien sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan dia akan menciptakan kondisi
tersebut. Seorang terapis yakin dapat mengubah perilaku individu
karena dia yakin dapat mengkontrol kondisi yang diinginkan.
- Pandangan tentang manusia
Skinner
& Ziegler (1994:297) menyatakan penolakannya terhadap otonomi
yang dimiliki oleh manusia, yang menyatakan bahwa perilaku manusia
pada dasarnya sangat bergantung pada factor-faktor internal seperti
ketaksadaran, sifat dan lain-lain (seperti pada teori psikoanalisis).
Skinner meyakini bahwa perilaku yang dimiliki manusia adalah sebagai
hasil dari pengkondisian lingkungan di mana manusia berada.
- Manusia Sehat / Menyimpang
Dalam
aliran behavioristik tidak ada batasan yang jelas mengenai pribadi
yang sehat atau tidak sehat. Hal ini disebabkan para tokoh aliran ini
mengakui bahwa perilaku maladaptive adalah seperti perilaku adaptif,
yaitu dipelajari (Chamblers & Goldstein, dalam Gilliland,
1989:157).
Maladjustment
yaitu perilaku yang menyimpang dari norma sosial, keberadaannya dapat
dipengaruhi oleh waktu, budaya, kelas sosial dan situasi tertentu.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa suatu perilaku yang maladjustment
di suatu daerah bisa jadi sebagai hal yang dapat diterima di daerah
lain. Hal yang dapat membedakannya adalah kemampuan orang untuk dapat
melakukan penyesuaian diri dan mendapatkan pengakuan dari lingkungan
dimana dia berada (Ullman & Krasner, dalam Gilliland, 1989:160).
Jadi, jika seseorang tidak dapat melakukan penyesuaian diri, maka dia
mengalami permasalahan pribadi.
- Tujuan Konseling
Tujuan
konseling dalam terapi behavioristik adalah mengubah atau menghapus
perilaku dengan cara BELAJAR
perilaku baru yang lebih dikehendaki. Hubungan antara konselor dengan
klien lebih sebagai hubungan antara guru dan murid. Hal ini
dikarenakan konselor lebih berperan aktif dalam usaha mengubah
perilaku klien. Konselor lebih banyak mengajarkan tingkah laku baru
klien sesuai dengan hokum belajar (law
of learning).
- Teknik Konseling
Terapi
perilaku sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan konseling yang
lain. Perbedaan mencolok ditandai pada (a) pemusatan perhatian pada
bentuk perilaku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan
penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang
spesifik yang sesuai dengan masalah dan (d) penafsiran yang obyektif
terhadap hasil terapi.
Beberapa
teknik yang dipergunakan dalam pendekatan behavioristik adalah
sebagai berikut:
- Self-management
Istilah
self-management mengacu pada harapan agar klien dapat lebih aktif
dalam proses terapi. Cormier & Cormier dalam Sutijono &
Soedarmadji (2005:55) menyatakan bahwa keaktifan ini ditunjukkan
untuk mengatur atau memanipulasi lingkungan sesuai dengan perilaku
apa yang akan dibentuk.
- Disensitisasi Sistematik
Teknik
ini diperkenalkan oleh Joseph Wolpe’s yang merupakan perpaduan
beberapa teknik seperti memikirkan sesuatu, menenangkan diri
(relaksasi) dan membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaannya, konselor
berusaha untuk menanggulangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi
oleh klien. Teknik ini dipergunakan apabila klien merasa takut dengan
hal tertentu seperti takut menghadapi ujian, takut menghadapi
operasi, takut naik pesawat terbang, dll. Selain itu Walker (1996)
menyatakan bahwa strategi disensitisasi sistematis dapat diberikan
kepada individu yang mengalami phobia
seperti acrophobia,
agoraphobia, dan
claustrophobia.
- Latihan Asertif
Latihan
asertif (assertive training) merupakan teknik yang seringkali
dipergunakan oleh penganut aliran behavioristik. Teknik ini sangat
efektif jika dipakai untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan
dengan rasa percaya diri, pengungkapan diri atau ketegasan diri.
Corey
(1986:189) menyatakan bahwa latihan asertif akan sangat berguna bagi
mereka yang mempunyai masalah tentang:
- Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau rasa tersinggung.
- Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
- Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak”.
- Kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya.
- Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikirannya sendiri.
- Memberi Contoh (modeling)
Pemberian
contoh merupakan teknik yang sering dilakukan oleh konselor.
Keuntungan memberikan contoh adalah klien tidak merasa ketakutan
terhadap obyek yang dihadapinya. Bandura dalam Corey (1986:188)
menyatakan bahwa semua pengalaman yang didapat dari hasil belajar
dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung atau
tidak langsung kepada obyek berikut konseluensinya.
Dengan
pemberian contoh, klien akan belajar dari orang lain yang menjadi
obyek. Klien akan belajar dari sisi negative dan positif yang
dimiliki oleh obyek. Jika obyek memperoleh banyak sisi negative
terhadap suatu kejadian, maka klien belajar untuk tidak mendekati
sisi negative obyek yang dicontoh.
- Rational Emotive Therapy
Pendekatan Rational
Emotive Therapy
(RET) dikembangkan oleh Albert Ellis. Pada tahun 1955, Ellis mencoba
untuk mengkombinasikan teori-teori humanistic, philosophi dan
behavioral. Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan pendekatan
atau teori Rational
Emotive Therapy
(RET). Pada tahun 1956, RET menjadi terapi yang pertama kali
mempergunakan cara berpikir yang rasional. Alhasil, Ellis disebut
sebagai bapak RET juga sebagai kakek dari terapi kognitif-behavioral.
George & Cristiani (1990:83) menyatakan bahwa pendekatan RET ini
menekankan pada proses berpikir klien yang dihubungkan dengan
perilaku serta kesulitan psikologis dan emosional.
Pendekatan RET lebih
diorientasikan pada kognisi, perilaku dan aksi yang lebih
mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis, sangat
direktif dan sangat perhatian terhadap pemikiran daripada perasaan.
Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa kognisi, emosi dan perilaku
berinteraksi secara signifikan dan mempunyai hubungan sebab akibat
yang resiprokal (Ellis, dalam Corey 1986:209).
Salah satu pandangan
pendekatan ini adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang
bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada
system keyakinan dan cara memandang lingkungan di sekitarnya. Lebih
khusus lagi, gangguan emosi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi
keyakinan, bagaimana dia menilai dan bagaimana dia
menginterpretasikan apa yang terjadi padanya. Jika emosi seseorang
terganggu, maka akan terganggu pula pola piker yang dimilikinya,
dengan demikian akan timbul pola piker yang irasional.
(1).
Pandangan tentang Manusia
Pandangan
RET menyatakan bahwa manusia didominasi oleh prinsip-prinsip yang
menyatakan bahwa emosi dan pemikiran (thinking
and feeling)
berinteraksi di dalam jiwa. Manusia normal akan berpikir, merasa dan
bertindak secara simultan.
- Pribadi Sehat / Tidak Sehat
Pribadi
Sehat
Menurut
pendekatan RET, pribadi sehat mempunyai cirri memiliki kemampuan
untuk mengaktualisasikan diri. Ciri-ciri orang yang teraktualisasikan
dirinya adalah sebagai berikut:
- Mempunyai minat diri terhadap sesuatu;
- Mempunyai minat social;
- Mempunyai arah diri;
- Toleransi terhadap orang lain yang berbeda perilaku;
- Fleksibel terhadap perubahan dan tidak bersifat kaku;
- Mampu menerima ketidakpastian;
- Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya;
- Berpikir secara ilmiah;
- Menerima diri tanpa syarat tertentu;
- Mampu mengambil resiko;
- Mempunyai hedonisme untuk jangka waktu yang lama;
- Tidak bersifat utopian;
- Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap frustasi;
- Bertanggungjawab terhadap gangguan mental.
Selain
hal yang telah disebutkan, orang sehat menurut RET adalah mereka yang
mempunyai daya kreativitas, memelihara diri, peka terhadap indra,
memperhatikan orang lain, dan mampu belajar dari kesalahan yang telah
diperbuat.
Pribadi
tidak sehat
Ellis
dalam Corey (1986:209) menunjukkan bahwa kesalahan berperilaku yang
dimunculkan oleh seseorang lebih disebabkan karena pandangan yang
salah dari seseorang terhadap sesuatu. Selanjutnya Ellis (dalam
George & Cristiani, 1990:83) menyatakan bahwa pribadi yang
menyimpang mengacu pada sebelas ide yang tidak rasional (eleven
irrational idea/thinking),
yaitu:
- Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung orang-orang terdekat (significant others). Hal ini merupakan pemikiran irasional, karena hal itu tidak mungkin dicapai. Jika seseorang melakukan hal itu, maka dia akan merasa tidak aman dan akan merasa kalah.
- Tuntutan kompetensi dan kemampuan secara sempurna di semua bidang. Hal ini malah tidak mungkin. Jika klien melakukan hal tersebut, maka sering muncul rasa rendah diri, merasa selalu gagal sehingga individu tidak bisa menikmati aktivitasnya.
- Tuntutan untuk meenghukum dan menyalahkan orang lain. Hal ini sangat irasional, karena seringkali klien tidak memiliki standard untuk menentukan baik dan buruk sesuatu hal. Adalah sangat wajar jika orang lain melakukan kesalahan atas perilaku yang dibuatnya. Ketidakmampuan untuk dapat menerima kesalahan orang lain, akan menyebabkan klien mengalami masalah pribadi.
- Tidak senang atas kejadian yang tidak diharapkan. Klien tidak menyadari bahwa keadaan lingkungan di sekitar klien selalu tidak seperti yang diharapkan. Perubahan-perubahan seringkali terjadi di sekitar kita, klien akan mengalami “sakit” jika dia tidak belajar untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya.
- Tuntutan penyebab eksternal. Pada saat ini individu merasa bahwa kejadian-kejadian di luar dirinya dapat menyakitkan atau membahayakan dirinya. Hal ini tidak akan terjadi jika individu tidak bereaksi secara berlebihan terhadap kejadian-kejadian yang timbul di sekitarnya.
- Perhatian pada hal-hal yang berbahaya. Hal ini menunjukkan bahwa individu jika ada sesuatu yang membahayakannya (walau remeh), individu akan memikirkan permasalahan itu secara terus menerus bahkan pola pikirnya justru menambah masalah tersebut menjadi semakin rumit.
- Lari dari kesulitan dan tanggung jawab. Hal ini disebut sebagai irasional, karena individu cenderung untuk lari dari masalah daripada berusaha untuk memecahkan masalah tersebut.
- Keharusan untuk bergantung. Manusia hidup pasti bergantung pada lingkungannya atau orang lain, tetapi bukan berarti menjadi alas an bagi individu untuk terus bergantung pada orang lain. Ketergantungan akan memunculkan individu cenderung tidak mandiri dan tidak dapat mengekspresikan diri.
- Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku masa lalu dan tidak bisa diubah. Walaupun masa lalu bisa mempengaruhi saat ini, tetapi bukan berarti akan berdampak pada perilaku saat ini. Orang yang hanya terpaku pada permasalahan masa lalu akan menimbulkan pribadi-pribadi yang tidak bisa berkembang / stagnasi.
- Terlalu hanyut / peduli pada permasalahan orang lain. Hal ini dikatakan sebagai sesuatu yang irrasional karena tidak semua permasalahan orang lain berhubungan dengan kita, sehingga kita tidak perlu memikirkan permasalahan orang lain secara serius.
- Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas suatu masalah. Hal ini dikatakan sebagai irasional karena tidak semua jawaban yang diberikan oleh individu lain atau lingkungan selalu betul. Pencarian jawaban yang sempurna akan memunculkan kecemasan sebab individu selalu merasa tidak puas sehingga selalu mencari jawaban-jawaban yang telah hilang.
- Tujuan Konseling
Tujuan
konseling dalam terapi Rasional Emotif adalah sebagai berikut:
- Mendemonstrasikan kepada klien bahwa verbalisasi diri (self verbalitization) merupakan sumber gangguan emosi.
- Menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri adalah tidak logis dan tidak rasional.
- Mengeluarkan pemikiran sehingga verbalisasi diri dapat lebih logis dan efisien, dan tidak berhubungan dengan emosi negative dan perilaku kekalahan diri.
Dalam
melaksanakan terapi RET, Ellis dalam Cottone, (1992:114) berpendapat
bahwa terapi dapat dilihat sebagaimana mana dunia pendidikan,
sehingga fungsi terapis dapat diibaratkan seperti guru (teacher)
dan klien sebagai orang yang belajar (learner).
Dengan kata lain bahwa pendekatan ini lebih menekankan perilaku
konselor untuk mendemonstrasikan ide-ide yang irasional yang menjadi
dasar perilaku klien, sehingga nantinya akan menghilangkan stress
atau tekanan pada diri klien.
- Teknik Konseling
Dalam
pendekatan RET, sebagaimana dalam pendekatan Humanistik perlu
dibangun adanya hubungan baik (rapport)
dan hubungan kolaboratif. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa dalam
penciptaan rapport
maka perlu adanya kondisi penerimaan tanpa syarat, empati dan
keaslian diri terapis. Walen,
DiGuiseppe dan Wessler (dalam Corey, 1986:219) menyatakan bahwa
rapport
yang baik akan memaksimalkan perolehan hasil dalam konseling.
Sesuai
dengan usaha konselor untuk mengubah diri klien secara langsung, maka
terapis mempergunakan beberapa teknik konseling sebagai berikut:
- Terapi kognitif
Dalam
teknik ini yang utama adalah mempersoalkan keyakinan irasional (Bir)
yang dimiliki klien. Hanya saja, dalam pelaksanaannya dipergunakan
prosedur verbal. Setelah itu, terapis berusaha untuk mengajari klien
agar dapat berhubungan dengan pernyataan diri (self-statement).
- Humor
Penggunaan
humor dalam konseling telah diaplikasikan dalam berbagai setting
seperti di sekolah dasar, pada konseling karier, treatment
kelompok pasien yang mengidap depresi, terapi keluarga, dan terapi
analitik (Goldin dan Bordan, 1999; Roller & Lancaster, dalam
Golding dan Bordan, 1999).
Lebih
lanjut, humor dapat dipergunakan untuk menciptakan rapport
dan sebagai teknik untuk membuka diri klien, dimana konselor dapat
menunjukkan adanya ketidaksempurnaan atau kelemahan yang sebaiknya
bisa diterima oleh setiap manusia. Dengan kata lain, dinyatakan bahwa
tertawa adalah suatu cara “menunjuk hidung sendiri” terhadap
ketidakmampuan dan ketidak mengertian terhadap perilaku yang ada saat
ini.
- Teknik emotif
Teknik
ini dipergunakan untuk membantu klien dalam mengidentifikasi emosi
dan keyakinan, serta menemukan kesulitan melakukan verbalisasi. Pada
saat tertentu, ada klien yang mampu mengenal perasaan dan
kognitifnya, tetapi dia tidak dapat mempergunakannya dalam
kejadian-kejadian tertentu. Dalam hal ini teknik yang bisa
dipergunakan, yaitu: bermain peran (role
playing),
bahasa emosional yang diubah (emotionally
changed language),
teknik perilaku.
- Teori Humanistik
Pandangan psikologi
yang ketiga dan sangat bertolak belakang dengan dua pendekatan
terdahulu adalah aliran humanistik. Aliran humanistik seringkali
disebut sebagai “kekuatan ketiga (third
force)
dalam bidang psikologi. Hal ini dikarenakan aliran ini berusaha untuk
menolak anggapan-anggapan yang dilontarkan oleh aliran psikoanalisis
yang menyatakan bahwa manusia itu hasil ciptaan dari instink dan
konflik intrapsikis dan aliran behavioristik yang menyatakan bahwa
manusia itu sebagai korban dari lingkungan.
Berbeda dengan dua
aliran terdahulu, aliran humanistik meyakini bahwa manusia mempunyai
sifat dasar yang baik. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan
diri, kreatif dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Jelasnya,
menurut aliran ini, manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan arah
hidupnya sendiri dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Aliran
humanistik dperkenalkan oleh Abraham Harold Maslow dan banyak diikuti
oleh ahli lain seperti Carl Rogers, Fromm, Gordon Alport dan Kelly.
- Abraham Harold Maslow (1890-1970)
- Pandangan tentang Manusia
Pendekatan
humanistik yang diperkenalkan Maslow mempunyai tujuan untuk
mempelajari berapa banyak potensi yang kita miliki untuk perkembangan
dan pengungkapan diri manusia secara penuh (Schultz, 1991:88). Sesuai
dengan hal tersebut, Maslow selalu berhubungan dengan orang yang
sehat. Dia tidak mau memandang manusia di sekelilingnya sebagai orang
yang tidak sehat (neurotis)
sebagaimana yang diungkapkan oleh Freudian.
Maslow
mempunyai anggapan bahwa mereka yang sehat selalu menuntut
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Sejalan dengan hal
itu, Maslow mengembangkan suatu identifikasi kebutuhan dasar manusia.
Adapun hirarki kebutuhan dasar manusia itu adalah sebagai berikut:
- Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
- Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
- Kebutuhan sosial (social needs)
- Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
- Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
- Pribadi Sehat / Tidak Sehat
Pribadi
sehat
Pribadi
yang sehat adalah mereka yang dapat mengaktualisasikan diri secara
penuh. Adapun beberapa ciri orang yang teraktulisasikan dirinya
adalah sebagai berikut:
- Mengamati realitas secara efisien;
- Penerimaan umum atas kodrat, orang lain dan diri sendiri;
- Spontanitas, kesederhanaan dan kewajaran;
- Focus pada masalah-masalah di luar diri mereka;
- Kebutuhan akan privasi dan independensi;
- Berfungsi secara otonom;
- Apresiasi yang senantiasa segar;
- Pengalaman-pengalaman mistik atau “puncak”;
- Minat sosial;
- Hubungan antar pribadi;
- Struktur watak demokratis;
- Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk;
- Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan;
- Kreativitas;
- Resistensi terhadap inkultrasi.
Pribadi
tidak sehat
Pribadi
yang tidak sehat menurut pandangan Maslow adalah mereka yang
mempunyai motivasi defisit atau deficit
motivation
(D-deficiency).
Secara umum, orang-orang ini mempunyai frustasi, rasa tidak puas dan
ketegangan yang tinggi. Lebih lanjut, Maslow memberikan istilah
penyimpangan-penyimpangan ini dengan istilah metapathologi (Hjelle &
Ziegler, 1994:459)
Metapatology
ini akan muncul jika seseorang tidak terpuaskan salah satu kebutuhan
dasarnya. Dengan kata lain Maslow mengatakan bahwa salah satu
indikasi yang menyebabkan timbulnya metapatologi adalah tidak
terpenuhinya gaya hidup seseorang (dalam Ziegler & Hjelle,
1994:459).
- Person Centered Therapy
Pendekatan Person
Centered Therapy merupakan bagian dari aliran psikologi humanistic
yang dikembangkan oleh Carl Rogers pada wal tahun 1940-an. Sebagai
bagian dari psikologi humanisktik, maka pendekatan ini muncul karena
adanya reaksi dan orientasi reduksionistik dalam teori Psikoanalisa
dan Behavioristik (DeCarvalho dalam Hansen, 2000). Lebih lanjut,
perkembangan pendekatan humanistic yang berakar di Amerika menekankan
pada kebebasan, subyektivitas, berkembang searah dengan kaum
eksistensialis dan digabungkan dengan pola piker optimistik rakyat
Amerika.
- Pandangan tentang Manusia
Dalam
teori Rogers, dia memaparkan suatu konsepsi dasar tentang hakikat
manusia yaitu:
- Organisme, merupakan keseluruhan individu (the total individual);
- Medan phenomenal, merupakan keseluruhan pengalaman individu (the totally of experience); dan
- Self, merupakan bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar dari “I” atau “Me”.
- Pribadi Sehat / Tidak Sehat
Pribadi
sehat
Rogers
berpendapat bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan keadaan dari
ada, melainkan suatu proses, “suatu arah buka suatu tujuan”
(Schultz, 1991:50). Hal ini mempunyai makna bahwa pribadi yang sehat
bukan merupakan sesuatu yang ada sejak manusia dilahirkan, tetapi
merupakan suatu proses pembentukan yang tidak pernah selesai. Ini
menunjukkan bahwa manusia tidak statis, tetapi lebih pada usaha untuk
terus menjadi sesuatu (becoming).
Secara
umum, rogers mendefinisikan pribadi yang sehat dengan tanda-tanda
adanya keselarasan (congruence)
antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dilakukan, adanya konsep
diri (self-concept)
yang merupakan pemahaman terhadap potensi dan kelemahannya, serta
adanya keselarasan antara diri (self)
dengan diri yang diaktualkan (actual-self).
Beberapa
cirri pribadi sehat menurut Rogers dalam Corey (1986; Schultz,
1991:51-54; Hjelle & Ziegler, 1994:507-509) antara lain sebagai
berikut:
- Terbuka dengan pengalaman baru (opennees to experience)
- Percaya pada diri sendiri (trust in themselves)
- Mempergunakan sumber-sumber dalam diri untuk melakukan evaluasi (internal source of evaluation)
- Keinginan untuk terus tumbuh (willingness to continue growing)
Pribadi
tidak sehat
Menurut
Rogers, pribadi tidak sehat adalah mereka yang mengalami
ketaksejajaran (incongruence)
antara konsep diri (self-concept)
dengan kenyataan yang ada. Rogers dalam Gilliand (1989) menyatakan
bahwa jika persepsi seseorang terhadap pengalaman itu terganggu atau
ditolak, maka keadaan maladjustment
atau vulnerability
akan muncul.
- Tujuan Konseling
Klien
datang ke ruang konseling dalam keadaan yang incongruence.
Keadaan ini terjadi akibat adanya kesenjangan antara cara pandang
diri (self-concept)
dengan pengalaman yang sebenarnya terjadi (actual
experience),
atau adanya kesenjangan antara self-concept
dengan apa yang ingin dicapai (ideal
self-concept).
Dalam
proses konseling, klien diajak untuk dapat memahami dirinya sesuai
dengan kenyataan yang ada. Memang, sering terjadi klien yang datang
ke ruang konseling dengan membawa keyakinan diri yang tidak dapat
diubah dan seringkali menyalahkan orang lain atau dengan membawa
gangguan psikologis. Pada saat ini konselor berusaha untuk menggali
permasalahan dan perasaan yang dimiliki oleh klien. Dengan penggalian
ini, diharapkan klien akan dapat menyadari dan kemudian memiliki
permasalahan yang ada dalam dirinya.
Setelah
klien sadar dan memiliki apa yang ada dalam dirinya, maka konselor
kemudian mengadakan revisi
konsep diri yang dimiliki oleh klien. Revisi ini didasarkan pada
pengalaman perasaan yang dimiliki oleh klien selama proses konseling
berjalan. Lebih lanjut, Rogers menyatakan bahwa tujuan konseling
adalah membantu klien agar menjadi manusia yang berfungsi seutuhnya
(fully
functioning person).
- Gestalt Therapy
Terapi ini
dikenalkan oleh Frederick (Fritz) Salomon Perls (1963-1970). Gestalt
dalam bahasa Jerman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi.
Kata itu mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (Schultz,
1991:171). Lebih lanjut, Simkin dalam (Gilliland, 1989:92) menyatakan
bahwa kata Gestalt mempunyai makna keseluruhan (whole)
atau konfigurasi (configuration).
Dengan demikian Perls lebih mengutamakan adanya integrasi
bagian-bagian terkecil kepada suatu hal yang menyeluruh. Integrasi
ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar bagi manusia.
Tujuan dasar
konseling dalam terapi ini adalah untuk meraih kesadaran (awareness)
terhadap apa yang sedang dialami oleh klien dan kemudian klien
bertanggung jawab terhadap apa yang dirasakan, dipikirkan dan
dikerjakan. Untuk itu, maka terapi ini lebih mengutamakan keadaan di
sini, dan saat ini (here
and now).
Terapi Gestalt
menolak pencarian alasan tentang sebab-sebab terjadinya suatu
perilaku, pemikiran atau perasaan yang terjadi, tetapi lebih
mengutamakan untuk meminta individu untuk mencoba suatu aktivitas
baru yang telah didesain untuk meningkatkan kesadaran. Dengan
demikian, klien akan mengalami sendiri apa yang dilihatnya, apa yang
dirasakannya dan apa yang diinterpretasikannya, sehingga klien dalam
keadaan aktif dan tidak menunggu terapis untuk meningkatkan
kesadarannya (Yontef, dalam Gilliland, 1989:98). Lebih lanjut, Perls
dkk dalam Cottone (1992:140) menyatakan bahwa, terapi Gestalt tidak
mengutamakan adanya penerimaan social seperti pada behavioristik atau
improvisasi hubungan interpersonal seperti dalam humanistic, tetapi
lebih pada bagaimana individu dapat memperoleh kesadaran dan
berfungsi secara efektif.
- Pandangan tentang Manusia
Bagaimana
pendekatan Person
Centered,
Gestalt memandang pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai suatu
fenomena yang unik, dimana Perls mengembangkan terapi Gestalt ini
dengan mempergunakan prinsip-prinsip humanistik.
- Manusia Sehat / Tidak Sehat
Manusia
sehat
Dalam
terapi Gestalt diberikan beberapa cirri kepribadian yang sehat.
Adapun ciri kepribadian seseorang yang sehat adalah seperti diuraikan
berikut ini:
- Mampu mengatur diri sendiri
Pendekatan
Gestalt percaya bahwa seseorang ditakdirkan untuk mampu mengatur
dirinya sendiri dalam menghadapi situasi-situasi atau
permasalahan-permasalahan yang belum selesai. Orang yang sehat mampu
mengatur diri mereka sendiri, tanpa adanya campur tangan dari pihak
luar.
- Bertanggung jawab
Sesuai
dengan uraian di atas, seseorang dikatakan sehat apabila mereka dapat
mempertanggungjawabkan serta mengambil resiko yang akan terjadi
sebagai hasil dari perbuatannya. Tanggungjawab ini muncul akibat
adanya kesadaran diri di dalam melaksanakan suatu kegiatan.
- Memiliki kematangan
Dalam
terapi Gestalt, orang dikatakan sehat apabila mereka mempunyai
kematangan. Kematangan ini didasarkan pada kesadaran seseorang
terhadap diri dan lingkungannya.
- Memiliki keseimbangan diri
Orang
yang sehat, salah satu cirinya adalah memiliki keseimbangan.
Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara dirinya saat
ini, dengan keseimbangan lingkungan di sekitarnya.
Manusia
tidak sehat
Passons
dalam George dan Cristiani (1990:69) menyatakan secara umum
permasalahan manusia dikelompokkan menjadi enam area yaitu
kesenjangan akan kesadaran, kesenjangan akan tanggung jawab,
kehilangan kontak dengan lingkungan, ketidakmampuan untuk
menyelesaikan tugas “Gestalt”, tidak memiliki kebutuhan, dan
melakukan dikotomi pribadi.
Dalam
terapi Gestalt diberikan beberapa ciri kepribadian yang menyimpang.
Adapun ciri-ciri kepribadian seseorang yang menyimpang adalah sebagai
berikut:
- Introjections
Mempunyai
arti penggabungan image sebuah obyek atau individu ke dalam psyche;
penyimpanan perasaan dalam image suatu obyek atau seseorang ketimbang
dalam obyek atau orang yang sesungguhnya; menempatkan keinginan
terhadap obyek atau individu ke dalam psyche;
dan bertindak seakan-akan benda atau individu tersebut adalah
miliknya tanpa memperhatikan apakah benda atau orang tersebut ada
atau tidak ada. Hal ini mengakibatkan orang yang melakukan introjeksi
tidak bisa membedakan antara “saya” dan “bukan saya”
(Gilliland dkk, 1989:95).
- Projection
Proyeksi
ini mempunyai arti suatu mekanisme pertahanan diri dimana seseorang
mengatribusikan motif-motif dalam dirinya kepada orang lain (Harper,
1981). Biasanya seseorang melakukan proyeksi ini dengan cara menuduh
orang lain melakukan atau menjadi apa yang sebenarnya diinginkannya.
Orang
yang takut mengatakan bahwa orang lain agresif, orang yang berpegang
teguh pada norma moral mengutuk pelanggaran susila anak-anak muda,
orangtua menyerang anak-anak muda yang berambut gondrong, dan menuduh
mereka sebagai orang yang homoseksual (Schultz, 1991). Orang yang
melakukan proyeksi akut disebut sebagai paranoia (Gilliland, 1989).
- Retroflection
Berisi
tentang diri seseorang yang mempunyai keinginan untuk menjadi
sesuatu, tetapi dialihkan pada orang lain. Sebagai contoh, saat kita
mengalami kesakitan, kita seringkali mengarahkan agresi yang kita
takuti itu kepada orang lain. Agresi yang dilakukan untuk
“menghilangkan” rasa sakit itu dilakukan oleh seseorang dengan
tidak sadar, dengan demikian perilaku itu jauh dari kesadaran.
- Confluence
Suatu
tingkatan kepribadian seseorang yang tidak dapat mempratekkan
lingkaran antara dirinya dengan lingkungan (mencakup orang lain);
atau suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat mentolerir perbedaan
dengan orang lain.
- Tujuan Konseling
Terapi
Gestalt berusaha untuk membantu seseorang agar dapat menerima dan
memiliki kembali (reowning) suasana saat ini. Gestalt membantu
individu agar dapat berada dalam kondisi saat ini dan di sini (here
and now). Mereka bisa berpijak dalam suasana aman pada momen
kehidupan sekarang.
Lebih
lanjut, dikatakan oleh Perls bahwa sasaran terapi adalah menjadikan
klien tidak bergantung kepada orang lain, menjadikan klien menemukan
sejak awal bahwa dia bisa melakukan banyak hal, lebih banyak daripada
yang dikiranya, dengan kata lain ajaran Perls adalah kosongkan
pikiran Anda dan capailah kesadaran.
Dalam
terapi Gestalt terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan
terlebih dulu. Menurut terapi Gestalt seseorang dapat berhubungan
dengan permasalahannya secara efektif jika mereka mempergunakan
kesadarannya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Dengan
demikian, klien diasumsikan mempunyai kapasitas untuk mendukung
dirinya sendiri serta mampu mengambil tanggung jawab setelah
menyelesaikan terapi. Untuk hal tersebut, Gestalt dalam Corey
(1986:122-126) mempergunakan beberapa istilah sebagaimana tersebut di
bawah ini.
Keadaan
saat ini (the
“Now”)
Dalam
terapi Gestalt, kondisi waktu yang diutamakan adalah kondisi saat ini
(now).
Dalam hal ini terapi Gestalt mempunyai pandangan bahwa apa yang telah
terjadi adalah masa lalu dan apa yang akan terjadi itu belum tentu
datang. Keadaan yang paling signifikan dengan masalah klien adalah
saat ini.
Urusan
yang belum selesai (unfinished
bussines)
Konsep
lain dari terapi Gestalt adalah adanya urusan yang belum selesai
(unfinished
bussines).
Keadaan ini mencakup beberapa perasaan yang tidak diekspresikan oleh
seseorang seperti marah, gusar, benci, sakit, cemas, menyesal,
bersalah dan lainnya (Corey, 1986). Selain itu, adanya urusan yang
belum selesai ini akan muncul jika seseorang mencegah atau
mengacaukan keadaan yang menyeluruh tersebut. Situasi tersebut harus
segera diselesaikan agar tercipta keadaan paripurna atau bulat
(Schultz, 1991).
Penghindaran
(avoidance)
Penghindaran
ini sangat erat kaitannya dengan urusan yang belum selesai, dimana
seseorang mencoba untuk menghindari urusan yang belum selesai. Dengan
kata lain bahwa seseorang akan berusaha untuk menghindarkan dirinya
dalam menghadapi urusan yang belum selesai dan dari suatu pengalaman
emosi yang tidak mengenakkan (Corey, 1986:123). Lebih lanjut, Perls
berusaha untuk menghindari dari suatu pengalaman emosi yang
menyakitkan daripada membuat suatu perubahan yang perlu.
Lapisan
Neurosis
Terapi
Gestalt bertujuan untuk membuat seseorang itu menjadi matang. Hanya
saja, ada beberapa hal (lapisan) yang dapat membuat seseorang itu
terhambat untuk mencapai kematangan. Perls dalam Corey (1986:124-125)
menyebutkan lapisan-lapisan neurosis itu adalah:
- Kebohongan (the phony)
Merupakan
suatu cara yang dilakukan oleh seseorang untuk bereaksi terhadap
perilaku atau kejadian lain yang menimpa dirinya. Biasanya hal ini
dilakukan dengan cara yang tidak sebenarnya (bohong). Pada saat
seseorang menyadari akaan kebohongan itu, maka pada saat itu pula
mereka merasa tidak enak atau merasa sakit.
- Ketakutan (the phobe)
Pada
keadaan ini, seseorang merasa takut untuk menerima akibat dari apa
yang telah dilakukannya. Mereka menolak dan tidak dapat menerima
dirinya pada saat harus menghadapi kenyataan yang ada.
- Jalan buntu (the impasse)
Jalan
buntu ini akan muncul pada saat seseorang tidak dapat menerima
kenyataan yang ada. Pada saat ini seseorang merasa bahwa dirinya
tidak dapat bertahan terhadap kejadian yang menimpanya. Seseorang
yang berada dalam keadaan tertutup pikirannya, seringkali merasa
bahwa dirinya bukanlah apa-apa.
- Implosive
Pada
keadaan seperti ini, seseorang akan mengatakan pada dirinya sendiri.
Mereka akan lebih banyak berbicara pada dirinya sendiri mengenal
ketidakmampuannya atau perasaan bahwa dia ingin mati.
- Meledak-ledak (the explosive)
Pada
saat ini seseorang akan menyalurkan seluruh tenaga yang telah
dipendamnya. Wujud dari eskplositas ini biasanya adalah marah,
memukul, membenci, dan lain sebagainya yang bersifat destruktif.
Kontak
dan hambatan dalam kontak (contact
and resistence to contact)
Dalam
terapi Gestalt, kontak atau hubungan mempunyai peranan yang sangat
penting. Jika seseorang mengadakan kontak dengan lingkungannya, maka
akan terjadi perubahan yang diinginkan.
- PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM KONSELING
Pelayanan
konseling yang berkembang saat ini ternyata juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi informasi. Ada pergeseran nilai-nilai yang
dimiliki masyarakat yang memungkinkan penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan konseling. Individu saat ini seakan tidak memiliki
waktu untuk datang ke ruang konseling. Mereka telah disibukkan dengan
permasalahan kerjanya, yang pada akhirnya mengesampingkan
masalah-masalah pribadinya.
Pelaksanaan
konseling saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat
berarti. Perubahan yang terjadi saat ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi.
Perkembangan dunia komputer saat ini telah mencapai tahap yang sangat
canggih (sophisticated)
dan dapat dinikmati oleh hamper seluruh lapisan masyarakat. Bahkan
dapat dikatakan bahwa saat ini kita hidup dalam masyarakat teknologi
yang mempengaruhi kehidupan kita baik di kantor atau di rumah (Hansen
daalam Pelling, 2002:1).
Dampak
perkembangan teknologi informasi terhadap dunia konseling akan
semakin tampak. Teknologi komputer dalam pelayanan konseling dapat
dpergunakan untuk konseling karier (pelling, 2002:2). Teknologi dalam
konseling karier berkaitan erat dengan data atau informasi yang
akurat dalam hubungannya membantu klien membuat keputusan pendidikan
dan kariernya (Harris & Bowlsbey dalam Pelling, 2002;2). Data
atau informasi yang dikumpulkan dapat diperoleh melalui World
Wide Web
(www) dimana “www” didefinisikan sebagai suatu sistem global dari
jaringan komputer yang dirangkai (linked)
secara bersama dalam bentuk hypertext
yang memungkinkan pengguna untuk beralih dari satu website
ke website
yang lain dalam waktu singkat atau melalui email di internet (Guerra
dalam Pelling, 2002:3).
Pengenalan
siswa terhadap email pada akhirnya juga berdampak pada proses
konseling. Klien seringkali enggan dating ke ruang konseling, karena
selama ini ruang konseling masih menjadi “momok” bagi kebanyakan
siswa. Untuk menjembatani ini, maka siswa atau klien dapat
memanfaatkan teknologi internet untuk melakukan konseling. Klien
dapat mengirim email kepada konselor untuk menyatakan permasalahan
yang dimilikinya. Selanjutnya konselor akan menjawab permasalahan
klien tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah konseling.
Lebih
lanjut, Offer dan Sampson yang dikutip Sampson dkk (2005:3)
menyatakan bahwa kegiatan konseling saat ini bergantung pada
informasi dan perubahan teknologi yang dikembangkan dalam website
yang ada di internet. Sehingga mereka menyatakan bahwa penggunaan
website untuk konseling memiliki lima fungsi yaitu:
- Menyalurkan klien ke layanan lain sebagaimana yang ditawarkan oleh pusat layanan (off-line),
- Mengalihkan klien untuk mengubah sumber daya yang ada dikarenakan terbatasnya sumber layanan,
- Menyediakan klien adanya jasa on-line, seperti informasi dan penilaian, yang sesuai dengan kebutuhan spesifik klien,
- Menyediakan klien suatu forum untuk mendiskusikan konseling dan karier dengan para pemakai lain atau dengan praktisi, dan
- Menyediakan klien suatu pembelajaran jarak jauh yang dikombinasikan dengan jasa on-line atau sumber pembelajaran yang lain.
Pelaksanaan
konseling pada akhir-akhir ini telah mempergunakan perangkat
teknologi yang semakin canggih. Penggunaan ini pada dasarnya menuntut
konselor untuk dapat mengakses berbagai sumber yang dapat
dipergunakan untuk membantu mempertajam dan mengefektifkan siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya (VanZandt dan
Hayslip, dalam Clark & Stone, 2005:1).
Indiana
State University – ISU dalam Hines (2002:3) menyatakan beberapa
manfaat penggunaan teknologi dalam konseling bagi konselor adalah
sebagai berikut:
- Menjadikan konselor sebagai pribadi yang terlatih, efektif dan efisien dalam mempergunakan computer dan internet.
- Menjadikan konselor sebagai guru yang efektif dan fasilitator bagi guru, siswa dan orangtua yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan dan sumber-sumber informasi karier.
- Menjadikan konselor familier terhadap trend penggunaan teknologi dalam pendidikan.
- Menjadikan konselor memiliki kemampuan untuk mempergunakan sumber-sumber teknologi lain yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses konseling.
- Menjadikan konselor mampu mengembangkan perencanaan penggunaan teknologi dalam konseling dalam jangka waktu tertentu.
- Menjadikan konselor mampu untuk mendesain, menciptakan, dan mengevaluasi efektivitas penggunaan internet dalam konseling.
- Dapat melakukan evaluasi program konseling secara obyektif.
- Dapat memahami legalitas dan implikasi etik.
- Dapat memanfaatkan teknologi secara efektif.
- Dapat mempergunakan teknologi secara efektif dalam usaha pengelolaan dana dan sumber-sumber lain.
RANGKUMAN
- Definisi konseling konvensional lebih bercirikan bahwa pelayanan konseling tidak menggunakan teknologi informatika, sedangkan definisi konseling modern bercirikan suatu pelayanan konseling dengan menggunakan teknologi informatika.
- Secara umum tujuan konseling adalah agar klien dapat mengubah perilakunya kea rah yang lebih maju, melalui terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal, kemandirian, dan kebahagiaan hidup.
- Ciri-ciri konseling adalah konseling sebagai profesi bantuan, sebagai hubungan pribadi, sebagai bantuan intervensi, untuk masyarakat luas, dan sebagai pelayanan psikopedagogis.
- Fungsi konseling meliputi: fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan, dan advokasi.
- Prinsip-prinsip konseling meliputi: prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan, permasalahan klien, program pelayanan, dan tujuan pelaksanaan pelayanan.
- Asas-asas konseling, meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tutwuri handayani.
- Teknik-teknik konseling, baik verbal (dengan kata-kata) maupun nonverbal (dengan sikap) dalam proses wawancara konseling, konselor harus mampu menggali perasaan dan pikiran konseli.
- Terdapat lima teori konseling, yaitu konseling berpusat pada klien, konseling sifat dan faktor, konseling behavioristik, terapi emotif rasional, dan ekletik.
- Fase-fase untuk mengadakan wawancara konseling meliputi: hubungan awal, penjelasan masalah, penggalian masalah, penyelesaian masalah, hubungan akhir, dan tindak lanjut.
- Beberapa pendekatan konseling yang lazim digunakan dalam membantu masalah anak adalah konseling pendidikan, konseling vokasional, konseling keluarga dan perkawinan, konseling agama, konseling rehabilitas, konseling individual, konseling kelompok, konseling psikoanalisis, konseling behavior, konseling humanistic, konseling rasional emotif behavior, konseling realitas, konseling gestalt, konseling traumatik, konseling karir, konseling direktif, konseling nondirektif, konseling ekletif, konseling kesehatan, konseling komunitas, terapi kognitif behavior, konfrensi kasus, home visit, dan lain-lain.
- Konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling dan sebagai tenaga professional. Dalam kinerjanya, konselor dibekali dengan produk hokum yaitu Permendiknas nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
- Klien adalah individu yang memperoleh pelayanan konseling (peserta didik di sekolah, atau anggota masyarakat di luar sekolah).
- Psikologi konseling adalah sintesis dari berbagai kecenderungan yang berkaitan dalam gerakan bimbingan, kesehatan mental, psikometri, kasus-kasus social, dan psikoterapi.
- Tujuan psikologi konseling, untuk mengembangkan penggunaan teori-teori psikologi dalam layanan konseling kepada klien. Teori-teori psikologi tersebut diantaranya teori psikologi Freudian, teori psikologi Behavioristik, dan teori psikologi Humanistik.
- Manusia sehat menurut teori psikoanalisis (psikologi Freudian/Sigmund Freud) adalah mereka yang dapat mengadakan integrasi antara id dan ego. Sedangkan manusia tidak sehat adalah mereka yang mempunyai mekanisme pertahanan diri.
- Manusia sehat dan tidak sehat menurut aliran Behavioristik (J.B Watson/Skinner) tidak ada batasan yang jelas, hal ini disebabkan para tokoh aliran ini mengakui bahwa perilaku maladaptif (maladjustment) adalah seperti perilaku adaptif, yaitu dipelajari.
- Manusia sehat menurut Rational Emotif Therapy (Albert Ellis) adalah mempunyai cirri memiliki kemampuan untuk mengaktulisasikan diri. Sedangkan pribadi tidak sehat menunjukkan kesalahan perilaku yang dimunculkan oleh seseorang lebih disebabkan karena pandangan yang salah dari seseorang terhadap sesuatu.
- Manusia sehat menurut teori Humanistik (Maslow), adalah mereka yang dapat mengaktulisasikan diri secara penuh. Sedangkan pribadi yang tidak sehat adalah mereka yang mempunyai motivasi deficit.
- Pribadi sehat menurut Rogers (Humanistik/Person Centered Therapy), bukan merupakan keadaan yang ada, melainkan suatu proses. Sedangkan pribadi tidak sehat adalah mereka yang mengalami ketaksejajaran antara konsep diri dengan kenyataan yang ada.
- Pribadi sehat menurut Frederick (Humanistik/Gestlat Therapy), adalah mereka yang memiliki cirri kepribadian: mampu mengatur diri sendiri, memiliki kematangan, bertanggungjawab, memiliki keseimbangan diri. Sedang manusia tidak sehat adanya kesenjangan akan kesadaran, kesenjangan akan tanggungjawab, kehilangan kontak dengan lingkungan, tidak mampu menyelesaikan tugas, tidak memiliki kebutuhan, dan melakukan dikotomi pribadi.
- Kegiatan konseling saat ini bergantung pada informasi dan perubahan teknologi yang dikembangkan dalam website yang ada di internet, banyak manfaat yang akan didapat bagi konselor dan konseli.
makasih ya mbak artikelnya banyak membantu saya
BalasHapusMakasih mbak,,
BalasHapus:)
mantapppp ...
BalasHapusmantapppp ...
BalasHapustulisannya bagus mbak, saya boleh tanya referensi buku-bukunya dari buku apa saja? saya ingin tahu judul buku, penulis buku dan penerbitnya. terima kasih banyak. :)
BalasHapusMakasih buat tulisannya, membantu sekali 👍
BalasHapusmateri ini sangat membantu saya karena mempermudah tugas dari dosen saya dan terima kasih banyak udah membagikan postingannya,,,,semoga allah swt memberikan rejeki limpah ...amiiinn
BalasHapussangat membantu terima kasih
BalasHapusalhamdulillah postingan ini menyegarkan wawasan saya tentang konseling, mudah2 an Alloh membalas dengan rejeki yang setimpal
BalasHapusassalamualaikum ibu apakah boleh liat daftar pustakanya kah?
BalasHapusHindi ko lubos na pasasalamatan si Dr EKPEN TEMPLE sa pagtulong sa akin na ibalik ang Kaligayahan at kapayapaan ng pag-iisip sa aking pag-aasawa matapos ang maraming mga isyu na halos humantong sa diborsyo, salamat sa Diyos na ang ibig kong sabihin ay si Dr EKPEN TEMPLE sa tamang oras. Ngayon masasabi ko sa iyo na ang Dr EKPEN TEMPLE ay ang solusyon sa problemang iyon sa iyong kasal at relasyon. Makipag-ugnay sa kanya sa (ekpentemple@gmail.com)
BalasHapusbagus sekali
BalasHapus